Kabar24.com, JAKARTA – Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat membantah tudingan bahwa lembaga itu sengaja mengulur-ulur persidangan perkara uji materi atas Perppu No. 2/2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan sehingga terlanjur disahkan parlemen menjadi undang-undang.
“Berlarut-larutnya persidangan karena banyak permohonan para pihak. Mahkamah harus mendengarkan semua ahli sesuai hukum acara yang berlaku,” katanya dalam sidang di Jakarta, Kamis (26/10/2017).
Sejak diteken Presiden Joko Widodo pada 10 Juli 2017, MK memang kebanjiran permohonan uji materi Perppu Ormas. Terhitung sejak 20 Juli sampai 15 September 2017 terdapat delapan registrasi gugatan atas beleid tersebut.
Secara simultan, Perppu Ormas dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat dengan puncaknya pada sidang paripurna, Selasa (24/10/2017), disahkan menjadi UU. Alhasil, obyek gugatan para pemohon uji materi dianggap hilang.
Meski demikian, Arief mengatakan keputusan lanjut-tidaknya persidangan Perppu Ormas akan diputuskan dalam sidang berikutnya. Sidang Kamis tetap dijalankan sesuai agenda karena telah dijadwalkan sebelum paripurna DPR.
Tudingan berlarut-larutnya persidangan disampaikan Rangga Lukita Desnata, kuasa hukum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia dkk., selaku pemohon registrasi 50/PUU-XV/2017. Sebagai bentuk protes, DDII pun mencabut gugatannya.
“Alasan kami karena yang diuji Perppu tapi sudah disetujui DPR menjadi UU. Kami kecewa karena persidangan berlarut-larut,” kata Rangga.
Semestinya, tambah dia, MK dapat memutuskan perkara itu lebih cepat jika persidangan digelar setiap 2 hari. Menurut Rangga, persidangan maraton memungkinkan mengingat sifat genting penerbitan Perppu seperti konsiderans pemerintah.
“Walau uji materi Perppu kami tarik, tapi kami akan kembali mengajukan gugatan UU Ormas,” ujarnya.