Bisnis.com, JAKARTA – Korban tewas akibat ledakan di jantung ibu kota Somalia, Mogadishu pada Sabtu (14/10) saat ini sudah mencapai lebih dari 200 jiwa.
DIlansir Reuters, angka korban jiwa tersebut menjadikan ini sebagai serangan terror paling mematikan sejak pemberontakan dimulai pada 2007, menurut pejabat pemerintah Somalia.
Presiden Somalia, Mohamed Abdullahi Farmaajo mengumumkan hari berkabung nasional selama tiga hari dan meminta sumbangan darah dan dana untuk korban serangan tersebut. Selain korban jiwa, sedikitnya 100 korban lainnya mengalami luka-luka.
"Serangan mengerikan hari ini (Sabtu) membuktikan bahwa musuh kita tidak akan berhenti membuat penderitaan pada orang-orang di sekitar kita. Mari bersatu melawan teror," ungkap Farmaajo pada akun Twitternya, seperti dilansir Reuters.
Polisi mengatakan sebuah bom truk meledak di luar sebuah hotel di persimpangan K5 yang meratakan beberapa bangunan dan membuat puluhan kendaraan terbakar. Pada persimpangan tersebut terdapat kantor pemerintah, restoran dan kios. Dua jam kemudian, ledakan lain melanda distrik Madinah di ibu kota.
"Kami telah mengonfirmasi 200 warga sipil tewas dalam ledakan kemarin, Kami memahami jumlah korban tewas lebih tinggi dari angka tersebut. Banyak orang masih kehilangan keluarga mereka," ungkap Abdifatah Omar Halane, juru bicara walikota Mogadishu, kepada Reuters.
Polisi dan pekerja darurat menggeledah puing bangunan yang hancur pada hari Minggu. Mereka telah menemukan belasan mayat pada malam sebelumnya, yang sebagian besar hangus tidak bisa dikenali lagi.
Sementara itu, ratusan orang datang ke lokasi ledakan untuk mencari anggota keluarga yang hilang, sementara polisi membatasi akses ke daerah tersebut untuk alasan keamanan.
Seorang juru bicara layanan Aamin Ambulance mengatakan bahwa diketahui lebih dari 250 orang terluka dalam pemboman tersebut. "Beberapa orang yang mencari kerabat mereka baru menemukan bagian tubuh yang tidak dapat dikenali," ungkap direktur Aamin Ambulance, Abdikadir Abdirahman.
Tidak ada klaim tanggung jawab langsung, meskipun kelompok militan Islam al Shabaab, yang bersekutu dengan Al Qaeda, kerap melakukan serangan di ibu kota dan bagian lain negara tersebut.
Kelompok tersebut melakukan pemberontakan melawan pemerintah yang didukung PBB dan sekutu-sekutu di Uni Afrika dalam upaya untuk menggulingkan pemerintahan.