Bisnis.com, JAKARTA — Korea Selatan mendeteksi bahwa Korea Utara akan terus melanjutkan peluncuran rudal balistik antarbenuanya, setelah berhasil melakukan ujicoba bom hidrogen akhir pekan lalu.
Kepala Kantor Perencanaan kebijakan Kementerian Pertahanan Korea Selatan Chang Kyung-soo mengatakan, berdasarkan laporan dari badan mata-mata negara, Korea Utara sedang mempersiapkan pengiriman rudal kembali.
“Ada kemungkinan Korut kembali meluncurkan rudal dalam waktu dekat, namun belum diketahui kapan peluncurannya,” kata Chang Kyung-soo dihadapan parlemen Korsel, seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (4/9/2017).
Adapun, aksi kampanye militer itu merupakan kelanjutan dari ujicoba bom hidrogen yang berhasil diledakkan pada Minggu (3/9) lalu.
Uji coba senjata pemusnah massal ke enam pada tahun ini tersebut, diklaim Pyongnyang sebagai senjata dengan daya ledak paling besar yang pernah dibuat, yakni mencapai 120 kilo ton.
Senjata bom hidrogen tersebut rencananya akan dimasukkan ke dalam rudal balistik interkontinental (ICBM).
Sebelumnya Korut mengancam rudal ICBM buatannya dapat menjangkau berbagai penjuru dunia, karena memiliki jangkauan hingga 10.000 km.
Presiden Korut Kim Jong-un pun mengancam akan mengirimkan rudalnya ke komplek pertahanan militer AS di Guam pada bulan lalu.
Langkah Korut tersebut langsung memicu respon dari negara lain. Musuh sekaligus tetagganya yakni Korsel langsung melakukan latihan militer dengan menyiapkan senjata penangkal bagi rudal Korut (THAAD). Dalam latihan tersebut, Negeri Gingseng menjadikan Korut sebagai target dalam simulasi perangnya.
Respon yang keras pun dikeluarkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Senin (4/9). Dia mengancam akan meningkatkan sanksi ekonomi dan menghentikan kerja sama dagang dengan negara mana pun yang melakukan bisnis dengan Korut.
Ancaman itu secara tak langsung diarahkan juga kepada China, yang menyumbang seperenam aktivitas perdagangan luar negeri Pyongnyang.
Akibat pernyataan Trump tersebut, China pun langsung memberikan respon keras terhadap AS melalui pernyataan resmi yang dikatakan juru bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang.
“Bagaimana kami dapat menerima, ketika kami berusaha menyelesaikan masalah ini secara damai. Tetapi kami justru diancam dikenai sanksi dan memperoleh dampak buruk,” ujar Geng.
Akibat meningkatnya ketegangan antarnegara yang disebabkan oleh Korut ini, sejumlah saham di bursa Asia mengalami kejatuhan pada Senin (4/9) karena investor beralih ke aset safe haven. Hal itu membuat nilai tukar yen, harga emas, dan obligasi AS bergerak ke level yang tinggi.
Sebaliknya, penurunan terbesar terjadi di bursa saham Tokyo dan Seoul, dengan reaksi moderat di sejumlah negara di Asia.