Bisnis.com, JAKARTA — Pengelola ladang minyak Montara di perairan Australia meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencabut gugatannya.
Grup perusahaan asal Thailand ini menilai KLHK salah alamat dalam menggugat. Gugatan kasus Montara ini terdaftar dengan No.241/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst.
Tiga perusahaan yang digugat KLHK yaitu The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Australasia (PTTEP AA) sebagai tergugat I, The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Public Company Limited (PTTEP) selaku tergugat II, dan The Petroleum Authority of Thailand Public Company Limited (PTT PCL) sebagai tergugat III.
Adapun tergugat II dan III berdomisili di Thailand. Sementara itu, tergugat I merupakan operator kilang minyak Montara di perairan Australia, milik tergugat I dan II.
Kuasa hukum tergugat I dan II Fredrick J. Pinakunary mengatakan KLHK diminta mencabut gugatan atau membuat gugatan baru. Pasalnya, dia menyebutkan tidak ada nama perusahaan di Thailand seperti yang dimaksud KLHK dalam gugatannya.
“Tidak ada dokumen manapun di Thailand yang menyebutkan ada perusahaan bernama The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Public Company Limited [tergugat II] dan The Petroleum Authority of Thailand Public Company Limited [tergugat III],” katanya di persidangan, Rabu (23/8/2017).
Baca Juga
Pihaknya enggan mengomentari pokok perkara lantaran gugatan sudah salah dari awal. Selain itu, dia menyatakan tidak akan memberikan jawaban atas gugatan karena gugatan salah alamat.
Fredrick menambahkan tergugat II dan tergugat III menolak disebut sebagai pemiliki tergugat I.
“Kami di sini hadir hanya untuk menghormati persidangan,” imbuhnya.
Ketiga perusahaan Thailand tersebut digugat karena menyebabkan kerusakan lingkungan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Tergugat I selaku operator dianggap lalai dalam mengoperasikan kilang minyak.
Kelalalaian tersebut menyebabkan meledaknya unit pengeboran West Atlas di ladang minyak Montara. Akibatnya, terjadi kebocoran minyak mentah ke perairan Australia. Melubernya minyak berlangsung selama 74 hari sejak 29 Agustus 2009 hingga 3 November 2009.
Limbah minyak ini kemudian menyebar ke perairan Nusa Tenggara Timur, Indonesia.
Atas dasar ini, pemerintah mengajukan gugatan terkait dengan kerusakan dan biaya pemulihan lingkungan sebesar Rp27,47 triliun kepada para penggugat.
Perinciannya, ganti rugi materiil Rp23,01 triliun dan biaya pemulihan lingkingan Rp4,46 triliun.
Kerusakan dan pemulihan lingkungan yang dimaksud berada di pesisir pantai Desa Tablolong di Kupang, Desa Oenggaut di Rote Ndao dan Desa Daiama di Rote Timur.