Kabar24.com, JAKARTA - Terdakwa penerima gratifikasi Patrialis Akbar dalam jabatannya sebagai hakim konstitusi mengakui melanggar etika dengan memberikan draft putusan uji materi kepada kenalannya.
Dalam persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi ahli yang diajukan oleh terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Senin (7/8/2017), Patrialis mengatakan bahwa dia memang mengenal dekat serta bersahabat dengan Kamaludin, yang diduga menjadi perantara dirinya dengan Basuki Hariman, pemberi gratifikasi.
“Saya memang terlalu dekat dengan Pak Kamal sehingga saya menunjukkan draft putusan uji materi UU No. No.41/2013 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Saya mengakui hal ini melanggar etika,” paparnya di hadapan majelis hakim.
Akan tetapi, dia menegaskan bahwa dia tidak pernah meminta atau memerintahkan Kamaludin untuk meminta dan menerima uang dari Basuki Hariman.
Dia juga tidak pernah menerima uang Rp2 miliar atau setara dengan Sin$200.000 sebagaimana yang dituduhkan kepadanya saat ditangkap petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam persidangan itu, Patrialis Akbar menghadirkan saksi ahli Choirul Huda dari Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta yang mengatakan bahwa Kamaludin memperdagangkan pengaruh atas dasar kedekatannya dengan Patrialis Akbar untuk mendpatkan keuntungan dari Basuki Hariman.
Pada kenyataannya, Patrialis Akbar tidak pernah menerima uang dalam konteks terkait putusan pengajuan uji materi UU No.41/2013 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Patrialis menerima uang US$10.000 dari Kamaludin dalam konteks utang-piutang yang telah mereka sepakati sebelumnya.
Dalam dakwaan, Basuki Hariman selaku pemilik PT Impexindo Pratama, PT Cahaya Timur Utama, PT Cahaya Sakti Utama dan CV Sumber Laut Perkasa, semuanya bergerak di bidang impor daging sapi, bersama Ng Fenny, General Manager PT Impexindo Pratama meminta bantuan Kamaludin untuk mempercepat dikeluarkannya putusan dan mengabulkan permohonan uji materi Undang-undang No. 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Atas permintaan itu, pada Agustus 2016, Kamaludin kemudian menginformasikan kepada Patrialis dan mantan petinggi Partai Amanat Nasional (PAN) itu menyampaikan bahwa dia akan mempertimbangkan perkembangan pembahasan judicial review tersebut.
Atas usaha Kamaludin, Patrialis kemudian kemudian melakukan pertemuan dengan Basuki Hariman pada 14 September 2016 di sebuah restoran milik anak Basuki dan dihadiri pula oleh Ng Fenny dan juga anak dari Patrialis.
Dalam pertemuan, Basuki menyampaikan keinginannya dan dijawab bahwa pembahasan perkara tersebut belum dilakukan sehingga para pengaju uji materi diminta untuk membuat permintaan agar permohonan tersebu segera dibahas dan dituruti oleh Basuki Hariman.
Basuki lalu menggelontorkan sejumlah uang kepada Kamaludin untuk membiayai aktivitas Patrialis seperti makan di Batam dan bermain golf di Jakarta termasuk bersama mantan hakim konstitusi Hamdan Zoelva termasuk uang US$10.000 guna membiayai ziarah rohani Patrialis ke Arab Saudi.
Selanjutnya, pada 30 September 2016 Patrialis menginformasikan bahwa pengajuan uji materi tersebut akan dikabulkan dan 5 hari berikutnya Patrialis menyerahkan draft putusan tersebut yang selanjutnya harus dimusnahkan.
Meski demikian, pada 7 Oktober 2016, Patralis menginformasikan bahwa karena majelis hakim berjumlah sembilan orang, maka mesti ada kesepakatan bersama untuk mewujudkan keinginan Basuki Hariman agar permohonan uji materi tersebut disetujui.
Melalui Kamaludin, Patrialis menyarankan agar Basuki Hariman juga mendekati hakim lainnya yakni I Dewa Gede Palaguna dan Manahan Sitompul yang menolak mengabulkan permohonan uji materi.