Kabar24.com, JAKARTA—Anggota Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPR terhadap KPK Mukhamad Misbakhun akan meminta Pansus dalam waktu dekat melakukan pengecekan pada rumah sekap atau yang diklaim KPK sebagai safe house yang selama ini digunakan oleh penyidik untuk mengkondisikan kesaksian palsu Niko Panji Tirtayasa.
Sebelumnya, Niko dipanggil Pansus Hak Angket DPR terhadap KPK untuk dimintai keterangannya saat menjadi saksi saat lembaga antirasuah tersebut mempersangkakan Muchtar Effendi dalam kasus suap pilkada yang melibatkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar
"Istilah rumah sekap memang datang dari Saudara Niko Panji Tirtayasa saat memberikan keterangan dibawah sumpah di depan Pansus Hak Angket DPR tentang KPK. Sehingga penggunaan istilah rumah sekap itu muncul," kata Misbakhun di Jakarta, Minggu malam (6/8).
Sebelumnya, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menanggapi pernyataan Wakil Ketua Pansus Hak Angket DPR terhadap KPK Masinton Pasaribu yang mengatakan KPK memiliki rumah sekap untuk mengondisikan saksi palsu.
Febri menyayangkan ada yang tidak bisa membedakan antara safe house untuk kebutuhan perlindungan saksi, dengan rumah sekap. Di sisi lain, saat Pansus menghadirkan Niko beberapa waktu lalu, Misbakhun menanyakan langsung kepadanya atas penggunaan istilah rumah sekap.
Menurut Niko, dia menyebut rumah sekap karena merasa disekap di sebuah rumah tanpa bisa berhubungan dengan pihak luar termasuk keluarga, tidak boleh menggunakan alat komunikasi dengan siapapun dan dijaga ketat oleh anggota kepolisian dari satuan Brimob.
"Sehingga saudara Niko Panji Tirtayasa mengakui bahwa dia dipaksa bersaksi palsu dengan iming-iming uang, liburan mewah menggunakan private jet dan pembagian harta sitaan milik Muchtar Effendi. Pengkondisian Niko Panji Tirtayasa sebagai saksi palsu adalah di rumah sekap tersebut," ujarnya.
Misbakhun mengatakan dalam kesaksiannya Niko Panji Tirtayasa di depan Pansus Angket DPR, pernah dibuatkan kartu tanda penduduk (KTP) palsu oleh oknum penyidik KPK dengan nama Miko, Kiko dan Samsul Anwar untuk kepentingan di pengadilan.
Menurut politisi asal Partai Golkar tersebut dalam audit keuangan BPK yang masuk ke Pansus Hak Angket DPR, sampai saat ini tidak ada biaya terkait dengan safe house dan tidak ada anggaran yang dialokasikan untuk sewa fasilitas tersebut.
Dia menyebut, bendahara KPK dalam menyewa safe house harus memungut PPN atas sewa gedung dan memotong PPh sesuai Pasal 23 untuk sewa.
Sampai saat ini, lanjut dia, apa yang disampaikan oleh Juru Bicara KPK Febri Diansyah terkait rumah sekap atau safe house tidak tergambarkan sebagai sebuah proses yang transparan dan akuntabel secara keuangan dan dari sisi kewajiban perpajakan.
"KPK harus bisa menjelaskan dari mana dana yang dipakai untuk membayar Niko berlibur, termasuk sewa private jet, membayar uang bulanan, menyewa safe house atau rumah sekap tersebut," tegasnya.
Dia menilai, terkait hal ini sikap KPK defensif dan menimbulkan kecurigaan publik.