Bisnis.com, JAKARTA—Usai kritik keras diluncurkan oleh AS kepada China dan Rusia terkait proyek rudal balistik Korea Utara, kini tekanan juga diberikan oleh Jepang. Washington dan Tokyo mendesak adanya sanksi ekonomi yang berat kepada Pyongyang.
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe meminta China dan Rusia berbuat lebih banyak untuk mengehentikan parade aksi militer ilegal Korea Utara. Seperti diketahui, pada Jumat (28/7) lalu, Pyongyang kembali melakukan uji coba rudal balistiknya, untuk kedua kalinya bulan ini.
Abe mengaku telah berbicara dengan Presiden AS Donald Trump, bahwa keduanya memerlukan lebih banyak tindakan untuk menekan ancaman dari Korea Utara.
“Kami telah melakukan upaya yang konsisten untuk menyelesaikan masalah Korea Utara secara damai. Namun Pyongyang terus mengabaikannya dan meningatkan ancamannya. China dan rusia harus benar-benar memikirkan fakta ini dan meningkatkan tekanan kepada sekutunya itu,” kata Abe, seperti dikutip dari Bloomberg , Senin (31/7/2017).
Pernyataan yang diungkapkan oleh Abe ini seolah mempertegas ucapan Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson akhir pekan lalu. Dia menyebutkan bahwa China dan Rusia seharusnya mengikuti langkah AS untuk memberlakukan sanksi ekonomi ke Korea Utara. Tillerson sendiri menyebut Beijing dan Moskow sebagai pemberi sokongan secara ekonomi ke Korea Utara.
Sebelumnya, Gedung Putih dalam keterangan resminya, menyatakan bahwa Trump dan Abe telah berkomitmen untuk meingkatkan tekanan dari sisi ekonomi dan diplomatik ke Korea Utara. Gedung Putih mengaku tengah mengajak negara lain untuk menekan negara yang dipimpin oleh Kim Jong Un tersebut.
“Korea Utara telah memberikan ancaman serius ke AS dan sekutu-sekutunya di Asia. Kami tengah dalam proses meyakinkan negara lain untuk mengikuti langkah kami,” tulis Gedung Putih dalam keterangan resminya
AS dan Jepang dalam hal ini menghendaki agar China dan Rusia melakukan embargo ekonomi ke Korea Utara. Pasalnya, kedua negara tersebut merupakan mitra dagang utama Pyongyang.
Di sisi lain, Beijing dan Moskow juga terbilang cukup lunak dengan Korea Utara. Pemerintah kedua negara tersebut selama ini menjadi pendorong bagi negara-negara dunia, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), untuk mengambil langkah kompromi dalam menghadapi negara tersebut.