Kabar24.com, JAKARTA -- Vietnam terpaksa menghentikan ekspedisi pengeboran gas di perairan Laut China Selatan yang menjadi sengketa sejumlah negara setelah China mengeluarkan ancaman.
Sebuah sumber dalam industri minyak Vietnam mengatakan bahwa para petinggi perusahaan Repsol diminta pemerintah Vietnam meninggalkan kawasan pengeboran.
Instruksi itu dikeluarkan lantaran China disebut mengancam menyerang sejumlah pangkalan Vietnam di Kepulauan Spratly jika pengeboran tidak dihentikan.
Laporan ini kemudian dikonfirmasi sumber diplomatik Vietnam sebagaimana dikutip BBC.com, Senin (24/7/2017).
Ekspedisi pengeboran dimulai bulan lalu di perairan sejauh 400 kilometer lepas pantai Vietnam bagian tenggara. Oleh pemerintah Vietnam, kawasan yang disebut Blok 136-03 itu disewakan ke Talisman-Vietnam, anak perusahaan Repsol Spanyol.
Akan tetapi, di pihak lain, China telah menyewakan kawasan perairan yang sama kepada perusahaan lain. Belum jelas perusahaan yang mana, namun pada 2015 area yang disebut Wanan Bei-21 oleh pemerintah China itu telah dijual ke perusahaan Brightoil di Hong Kong.
Baca Juga
Belakangan, perusahaan tersebut membantah memilikinya. Dua dari anggota dewan direksi Brightoil adalah anggota Partai Komunis China.
Seorang analis, yang tidak ingin identitasnya dipublikasikan, memperkirakan Repsol telah menghabiskan sekitar US$300 juta untuk mengeksploitasi area tersebut.
Karena itu, kalangan pengamat cukup terkejut ketika pemerintah Vietnam mundur sedemikian cepat.
China mengklaim hampir seluruh wilayah di Laut China Selatan, termasuk karang dan pulau di dalamnya. Langkah itu menciptakan persengketaan dengan sejumlah negara, termasuk Vietnam dan Filipina.
China sebelumnya juga menyebutkan bahwa penamaan Laut Natuna Utara di wilayah itu oleh Indonesia sebagi langkah yang tidak kondusif.