Kabar24.com, JAKARTA – Sebuah studi baru yang dipublikasikan pekan ini menemukan konsentrasi tinggi phthalate dalam bubuk keju untuk makaroni dan keju (macaroni and cheese). Namanya mungkin terdengar unik, tapi anda bisa terkejut ketika mengetahui efek dan kegunaannya.
Studi Koalisi untuk Pengolahan Makanan & Kemasan yang Aman (Coalition for Safer Food Processing & Packaging), sebuah konsorsium kelompok advokasi kesehatan lingkungan, mengevaluasi 30 produk keju berbeda.
Ketiga puluh produk keju itu di antaranya produk keju alami, termasuk keju blok atau keju batangan, serta keju lapis olahan dan bubuk keju yang ditemukan dalam kotak makaroni dan keju.
Analisis studi kemudian menemukan bukti keberadaan phthalate dalam 29 dari 30 produk yang diuji. Keju alami memiliki kadar terendah untuk bahan kimia tersebut, sedangkan produk keju olahan memiliki kadar tertinggi.
Dari analisis terhadap 30 produk keju, 10 adalah serbuk makaroni dan keju dalam kemasan. Lima di antaranya produk keju lapis dan 15 produk lainnya adalah produk keju alami, termasuk keju keras, parut, batangan, dan dadih keju. Semua sampel kemudian dikirim ke laboratorium independen di Belgia, di mana lemak keju diekstraksi dan diuji untuk 13 jenis phthalate yang berbeda.
Berbicara tentang lemak keju saja, campuran keju bubuk memiliki konsentrasi phthalate lebih dari 4 kali keju alami, dan lebih dari 1,5 kali jumlah pada keju olahan.
Untuk perkiraan porsi yang lebih realistis, survei studi kemudian menghitung kadar phthalate berdasarkan kandungan lemak masing-masing produk. Saat melakukannya, kadar phthalate dalam paket keju bubuk kira-kira dua kali lipat kadar pada keju alami, dan dengan jumlah yang kira-kira sama dengan keju lapis.
Dari 30 produk yang diuji, beberapa diberi label organik. Sembilan di antaranya adalah produk Kraft Heinz. Kraft Heinz merupakan penjual makaroni dan keju kemasan terbesar di dunia, yang menguasai 76% pangsa pasar.
“Kami tidak menambahkan phthalate ke dalam produk kami. Jumlah kadar yang dilaporkan dalam studi terbatas ini 1.000 kali lebih rendah dari kadar yang oleh pihak otoritas ilmiah telah diidentifikasi dapat diterima. Produk-produk kami aman untuk dinikmati para konsumen,” jelas Kraft Heinz kepada CNN, ketika disinggung tentang laporan tersebut.
Sebagai informasi, phthalate adalah bahan kimia yang banyak digunakan dalam sabun, plastik, perekat, karet, tinta, dan wewangian. Meski bahan kimia ini tidak dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan, phthalate dapat terkontaminasi melalui proses pembuatannya.
“Bahan kimia tersebut digunakan dalam tabung plastik, sarung tangan plastik, ataupun gasket sepanjang proses rantai makanan,” ujar Mike Belliveau, executive director Environmental Health Strategy Center, salah satu kelompok yang berpartisipasi dalam koalisi tersebut, seperti dikutip dari laman CNN (Kamis, 20/7/2017).
Menurut National Institutes of Health, bahan kimia ini diyakini mengganggu fungsi endokrin dan sistem hormonal tubuh. Phthalate diserap oleh sel lemak yang kemudian berpindah dari plastik ke makanan. Bisa ditebak selanjutnya, bagaimana hal itu berpindah ke manusia.
Tingkat keterpaparan yang tinggi dari bahan kimia ini telah dikaitkan dengan masalah kesuburan baik pria maupun wanita, serta masalah perilaku dan perkembangan saraf pada anak-anak yang terpapar kepada mereka sejak dalam kandungan.
National Toxicology Program bahkan menyebutkan bahwa senyawa kimia DEHP dalam phthalate bisa menyebabkan kanker, berdasarkan uji coba pada tikus.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention) AS mengakui bahwa beberapa jenis phthalate memiliki dampak langsung pada sistem reproduksi hewan, namun dampak paparan tingkat rendah terhadap manusia masih belum diketahui dan masih banyak penelitian yang perlu dilakukan.
Meski demikian, sejak 2008, sejumlah jenis phthalate telah dilarang dalam produk anak-anak oleh Komisi Keamanan Produk Konsumen (Consumer Product Safety Commission) AS.
Ketika mencoba memperkirakan berapa banyak phthalate yang rata-rata konsumer telah konsumsi dan terpapar secara keseluruhan, Jessie Buckley, asisten profesor bidang kesehatan dan teknik lingkungan di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health, mengatakan bahwa hal itu masih tidak jelas.
“Kami tidak memiliki banyak informasi tentang berapa banyak kadar phthalate dalam berbagai makanan. Tidak ada keharusan untuk mengeluarkan informasi itu,” kata Buckley. Meski bahan kimia tersebut dapat dengan cepat keluar dari tubuh dalam beberapa jam, yang menjadi perhatian adalah paparan konstan yang bisa didapatkan dari plastik ke makanan, terutama berkaitan dengan wanita hamil.
Coalition for Safer Food Processing & Packaging sendiri telah mengajukan petisi kepada Kraft Heinz untuk mengidentifikasi sumber bahan kimia dalam produk-produknya serta menghilangkannya dari proses pengemasan makanan.