Bisnis.com, JAKARTA - Budayawan Franz Magnis Suseno mengatakan syarat persatuan nasional dalam kemajemukan ialah bersedia saling menerima, menghormati, dan mengakui dalam identitas.
"Satu syarat suatu kemajukan mau besatu secara positif tanpa paksaan, bahwa mereka semua bersedia saling menerima, menghormati, mengakui dalam identitas. Di tingkat persatuan nasional, bagi saya yang menentukan adalah saling penerimaan dalam perbedaan dan identitas," katanya dalam dikusi kebangsaan di Kantor Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, hal itulah makna dari Pancasila yang menyatukan berbagai perbedaan suku, bangsa, dan agama yang ada di Indonesia.
Franz Magnis yang juga biasa dipanggil Romo Magnis itu, mengingatkan pada peristiwa Sumpah Pemuda yang terjadi 28 Oktober 1928 di mana orang-orang yang berasal dari daerah, suku, dan agama yang berbeda-beda beramai-ramai datang ke Jakarta untuk menegaskan tekad demi memperjuangkan satu tanah air, satu bangsa, satu bahasa persatuan, Indonesia.
"Mereka tidak ada sponsor, tidak ada oportunitas politik sama sekali, keluar dari hati nurani. Orang yang berbeda-beda, Jong Java, Jong Madura, Jong Ambon, mereka terima semua. Bangsa Indonesia pada prinsipnya bersedia semua sepenuhnya sebagai pemilik negara Indonesia," kata dia.
Namun, dia menyebutkan persatuan itu sekarang terancam oleh politik identitas yang sudah menjadi suatu gelombang di seluruh dunia dan berbahaya bagi persatuan.
"Itu berbahaya karena berakar dari perasaan negatif, aku dirugikan, aku tidak mendapat apa yang seharusnya aku dapat, dan mereka itu musuh saya," kata Magnis.
Franz Magnis berpendapat hal tersebut terus menerus menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia dan tugas bagi seluruh rakyat Indonesia untuk belajar menerima keadaan dalam perbedaan.
Magnis juga mengakui bahwa sikap saling menerima dalam perbedaan bangsa Indonesia masih bagus dibandingkan dengan negara-negara lainnya di dunia.