Bisnis.com, LONDON - Indonesia terus berusaha agar kejahatan perikanan menjadi perhatian global dan melahirkan kesepakatan pencegahan di badan dunia Persatuan Bangsa-Bangsa.
Indonesia telah lama prihatin atas tindak pencurian ikan yang semakin marak di dunia dan terus memperjuangkan berbagai kesepakatan dalam pencegahan terhadap kejahatan transnasional yang sangat merugikan negara dengan wilayah laut kaya ikan.
Wakil Tetap RI untuk PBB di Wina, Dubes Dr. Darmansjah Djumala, menyatakan praktik kejahatan pencurian perikanan mengurangi stok ikan dunia sekitar 90,1%.
Koordinator Fungsi Politik KBRI/PTRI Wina, Zaim A. Nasution kepada Antara London, Minggu (28/5/2017) menyebutkan, Dubes Darmansjah Djumala terus menyuarakan upaya pencegahan kejahatan perikanan di dalam forum PBB.
Dikatakan, jika kejahatan pencurian perikanan dapat ditekan, tingkat ekploitasi ikan di Indonesia akan mengalami penurunan, yang pada akhirnya memungkinkan Indonesia meningkatkan stok ikan nasional dan pada gilirannya dapat meningkatkan ekspor.
Hal ini merupakan bentuk pengejawantahan visi nasional untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, ujarnya.
Baca Juga
Kejahatan perikanan berkembang menjadi kejahatan transnasional yang sangat serius dan terorganisir.
Banyak pihak yang melakukan kejahatan pencurian ikan terlibat juga dalam aktivitas kejahatan transnasional terorganisir lainnya seperti pencucian uang, suap, penyelundupan obat-obatan terlarang (narkoba), penyeludupan senjata, perdagangan orang, kerja paksa, kejahatan perpajakan, penyelundupan barang, dan sebagainya.
Memerangi kejahatan transnasional yang terorganisasir tentunya perlu dilaksanakan melalui kerja sama antarnegara. Oleh karena itu Indonesia memandang perlu perjuangkan isu ini ke tingkat dunia, utamanya melalui PBB, lanjut Djumala.
"Kita memanfaatkan momentum Sidang CCPCJ ke-26 untuk menyerukan PBB dan masyarakat internasional perlu memberikan perhatian lebih serius terhadap fenomena global kejahatan perikanan," katanya.
Indonesia berhasil memperoleh dukungan negara-negara friends of fisheries, yakni negara-negara yang memiliki laut yang luas dan legitimate rights untuk mengelola sumber daya lautnya, untuk menyampaikan pernyataan bersama meminta PBB mengedepankan pembahasan isu ini.
Friends of fisheries merupakan kelompok negara (lintas wilayah) yang menaruh keprihatinan terhadap maraknya kejahatan perikanan, seperti Indonesia, Norwegia, Kosta Rika, Ekuador.
Pada kesempatan tersebut Ketua Delegasi Indonesia Hakim Agung Salman Luthan, menyampaikan pernyataan bersama negara friends of fisheries. Ia menegaskan pentingnya masyarakat internasional memberikan perhatian terhadap kejahatan transnasional terorganisir di bidang perikanan.
Disampaikan pula bahwa perhatian masyarakat internasional terhadap kejahatan itu masih terbilang rendah meskipun dampak negatif kejahatan perikanan merugikan banyak negara.
Keadaan tersebut diperburuk oleh rendahnya komitmen nyata negara untuk memerangi kejahatan tersebut. Namun demikian, proses yang ditempuh tentunya masih panjang dan tidak semudah membalikkan telapak tangan.
"Tapi komitmen kuat dan teguh untuk terus mengawal dan memperjuangkan isu ini di PBB," tegas Djumala.
CCPCJ dibentuk tahun 1992 oleh the Economic and Social Council (ECOSOC) melalui Resolusi dan berfungsi sebagai policy-making body di bawah PBB bidang pencegahan kejahatan dan peradilan pidana.
CCPCJ memiliki mandat memperkuat langkah internasional dalam memerangi kejahatan nasional dan transnasional serta meningkatkan sistem administrasi peradilan pidana yang efektif dan berkeadilan.
Sidang CCPCJ dilaksanakan setahun sekali sejak tahun 1992, memberikan kontribusi dalam memperkuat kebijakan nasional dan internasional bidang pencegahan kejahatan dan peradilan pidana.