Bisnis.com, JAKARTA—Komisi Pengawas Persaingan Usaha mengklaim tidak memerlukan dewan etik khusus untuk mengawasi kinerja, baik dalam pengawasan maupun persidangan persaingan usaha.
Komisioner KPPU Saidah Sakwan mengatakan pengawas Komisi sejauh ini adalah DPR RI dan Presiden. Menurutnya, jika ada pelanggaran etik, barulah KPPU membentuk dewan pengawas ad hoc.
“Jadi tidak permanen. Karena kami memang diawasi langsung oleh DPR dan Presiden. Masak pengawas diawasi,” tuturnya kepada Bisnis.com, Sabtu (13/5).
Saidah menceritakan dalam pembahasan RUU Persaingan Usaha sempat muncul ide untuk memasukkan pasal mengenai dewan etik KPPU, tetapi menguap di tengah jalan. Hingga RUU Persaingan Usaha disahkan DPR RI, pasal khusus mengenai pengawasan Komisi tidak disebutkan.
Sementara itu, Sutrisno Iwantono, Ketua Tim Ahli Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sutrisno Iwantono, mengatakan bahwa sebaiknya persoalan kode etik dijelaskan dalam undang-undang.
“Tidak bisa KPPU secara internal membuatnya sendiri,” katanya.
Persoalan-persoalan etik yang masuk sebagai saran ke KPPU harus lewat pintu yang independen, sehingga penanganannya juga memiliki dapat objektif.
Terpisah, Guru Besar Hukum Universitas Sumatra utara Natasya Ningrum Sirait mengatakan kode etik menjadi kebutuhan dari akuntabilisa lembaga, apalagi jika Komisi menyebut dirinya sebagai lembaga independen.
“Ini penting agar conflict of interest dapat dihindarkan. Memang kode etik umumnya diikuti dengan pembentukan dewan etik,”
Hanya saja, Ningrum sepakat bahwa KPPU belum memerlukan dewan etik, karena jika bicara putusan KPPU terkait dengan perkara, diawasi di Pengadilan Negeri ataupun Mahkamah Agung.