Bisnis.com, JAKARTA - Kuasa hukum Ketua Koperasi Komura, Indra Sahnun Lubis tetap tidak terima kliennya dijerat operasi tangkap tangan Tim saber pungli dan Polda Kaltim.
Seperti diberitakan, OTT dilakukan terkait dugaan pungli di Tempat Penimbunan Kontainer Palaran Pelabuhan Samarinda pekan lalu.
Indra Sahnun menyayangkan tidak ada ketegasan sikap dari pemerintah untuk menjelaskan bahwa kliennya itu bukan ditangkap terkait operasi tangkap tangan.
“Kami menyayangkan kenapa pemerintah tidak mau menegaskan bahwa klien kami bukan OTT, karena memang tidak ada tindak pidana yang dilakukan klien kami, di mana kesalahannya”, ujar Indra Sahnun Lubis dalam rilis seusai rapat membahas permasalahan tenaga kerja bongkar muat (TKBM) di Kantor Kemenko Polhukam, Kamis (13/4/2017).
Rapat yang dipimpin Deputi I/Poldagri Kemenko Polhukam Yoedi Swastono itu juga dihadiri pihak Kemenaker, Kemendagri, Kementerian Kemaritiman, Kemenkop dan UKM, Polda Kaltim, Bareskrim dan lain-lain.
“Ini persaingan dan sebuah upaya menggusur buruh dengan menggunakan mesin dan keberadaan Koperasi akan digantikan oleh perusahaan atau yayasan. Karenanya kami minta pemerintah mencarikan solusinya, jangan bertindak represif yang berakibat menyengsarakan buruh dan buruh itu bekerja untuk makan, bukan untuk kaya,” jelasnya lagi.
Koperasi Komura merupakan Koperasi yang menyediakan Jasa TKBM (tenaga Kerja bongkar muat). Sesuai SK bersama tiga Dirjen, dibentuklah koperasi tenaga kerja yang mengatur penyelenggaraan tenaga kerja bongkar muat, kesejahteraan buruh bongkar muat serta mengatur pola kerjanya di pelabuhan.
Sahnun juga meminta agar pihak Kemenko Polhulkam menyampaikan permintaannya kepada Presiden. “Kita juga minta bahwa isu ini segera dihentikan, dan jangan malu apa yang dilakukan bukan OTT,” pintanya.
Ia juga menjelaskan, uang Rp5 juta yang disita dan dijadikan barang bukti dalam dugaan OTT tersebut adalah hak buruh yang merupakan panjar yang diberikan dari PT PSP untuk melakukan bongkar muat. Pelunasan pembayarannya dikurangi panjar yang sudah diterima buruh.
“Sama halnya juga dengan uang senilai Rp6,1 miliar yang disita, itu merupakan gaji buruh yang akan dibayarkan yang asal dananya dari tabungan yang diambil dari bank. Karenanya saya berkeyakinan bahwa OTT itu tidak sah,” paparnya.
Dia mengatakan, dalam rapat itu, semua pihak diminta mengedepankan eksistensi dari tenaga kerja bongkar muat di bawah naungan koperasi.
Khusus perkara Komura, ia minta agar bukti-bukti yang disita yang menyangkut kepentingan umum dibuka agar buruh dapat bekerja kembali seperti semula.
Ia juga meminta jika Ketua Koperasi Komura ingin menempuh praperadilan maka upaya tersebut perlu dihormati.