Kabar24.com, JAKARTA - Ahli linguistik Rahayu Surtiati Hidayat yang menjadi saksi ahli dalam lanjutan sidang kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama mengaku belum bisa menyimpulkan mengenai niat Ahok berpidato di Kepulauan Seribu.
Namunm dia menyatakan, pidato Ahok yang mengutipkan surat Al Maidah itu memberi motivasi bahwa tidak peduli pilihan warga kepada dirinya, Ahok tetap akan menyelesaikan proyek-proyek pembangunannya di DKI.
"Apakah dalam ilmu linguistik itu kalau digali secara perkataan seseorang itu bisa juga menunjukkan niat?," tanya Humphrey Djemat, anggota tim kuasa hukum Ahok dalam sidang ke-15 Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (21/3/2017).
"Dalam lingiuistik itu dibedakan antara niat dan maksud, kalau niat itu Bahasa Inggrisnya intention, jadi memang menggambarkan niatnya, dia ingin apa sebenarnya, kalau maksud itu dalam linguistik disebut makna pesan jadi belum tentu niat, maksudnya bisa beda-beda," jawab Rahayu.
"Dalam pidato terdakwa yang 1 jam 40 menit itu bisa kelihatan niatnya tidak?," tanya Humphrey.
"Saya harus mendengarkan lagi, membaca untuk mencari kata-kata yang betul-betul ada niat atau tidak, yang pasti ada maksudnya dalam pidato itu," jawab Rahayu.
Baca Juga
"Kalau berkaitan khusus dengan Al Maidah bisa itu kelihatan niat atau tidak dari ilmu linguistik?," tanya Humphrey kembali.
"Saya hanya bisa menjelaskan bahwa itu memberi motivasi. Meyakinkan bahwa apabila tidak memilih dia pun proyeknya di sana tetap terlaksana," kata Rahayu yang juga Guru Besar Linguistik Fakultas Ilmu Budaya pada Universitas Indonesia.
Dalam lanjutan sidang Ahok kali ini, tiga ahli akan hadirkan, yakni ahli agama Islam yang merupakan Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Jakarta sekaligus dosen Fakultas Syariah IAIN Raden Intan, Lampung, Ahmad Ishomuddin.
Selanjutnya, Rahayu Surtiati Hidayat sendiri dan terakhir ahli hukum pidana yang merupakan dosen Fakultas Hukum pada Universitas Katolik Parahyangan C. Djisman Samosir.
Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.