Kabar24.com, JAKARTA - Fraksi Partai Demokrat mengusulkan pengajuan hak angket untuk menyelidiki dugaan penyadapan pembicaraan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono dengan Rois A'am Nahdatul Ulama KH Ma'ruf Amin.
Wakil Ketua Fraksi Demokrat Benny K. Harman mengatakan pihaknya tengah menggalang dukungan terhadap usulan tersebut.
"Syarat minimum 25 anggota dewan atau lebih dari dua fraksi. Dokumen usulan sedang kami susun," kata Benny saat dikonfirmasi, di Jakarta, Kamis (2/2/2017).
Rancangan usulan tersebut memuat latar belakang, dasar hukum, serta maksud, dan tujuan pengajuan hak angket.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan bahwa dirinya menjadi korban penyadapan terkait percakapannya dengan Ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia) KH Ma'ruf Amin.
SBY menganggap penyadapan tersebut sama dengan skandal Watergate, di Amerika Serikat. Skandal ini membuat Presiden AS Richard Nixon dimakzulkan akibat penyadapan terhadap lawan politiknya pada 1972. "Dulu kubu Nixon menyadap kubu lawan politik yang juga sedang dalam masa kampanye presiden. Nixon terpilih, tapi terbongkar," kata dia.
Benny menilai, penyadapan tersebut merupakan pelanggaran terhadap Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Menurut dia, penyadapan itu ilegal dan meresahkan.
"Pada akhirnya menciptakan instabilitas politik," ujar dia.
Benny menambahkan hak angket ini untuk menyelidiki pelaku penyadapan tersebut.
"Usul hak angket kini tengah dipersiapkan dan segera akan diajukan kepada pimpinan dewan," ujar wakil ketua komisi hukum ini.
Nama SBY kembali mencuat setelah disebut dalam persidangan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam kasus dugaan penistaan agama. Kuasa Hukum Ahok, Humphrey Djemat, menjelaskan dugaan itu muncul karena melihat latar belakang dan komunikasi antara Ma'ruf dan SBY.
Meskipun pihak kuasa hukum Basuki telah memberi klarifikasi atas tudingan penyadapan tersebut, Benny mengatakan pihaknya bakal terus memperjuangkan penggunaan hak angket.
"Tetap kita kejar," demikian Benny.