Kabar24.com, JAKARTA—Pengamat intelijen Wawan Purwanto mengaku heran dengan sikap mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang meminta klarifikasi Presiden Joko Widodo terkait sadapan pebicaraannya dengan Ketua MUI Ma’ruf Amin.
Menurutnya, selain belum ada bukti penyadapan, dalam pengadilan dugaan pensitaan agama oleh gubenur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama, tidak pernah digunakan kata sadapan.
“Belum ada bukti penyadapan di pengadilan. Saya sudah tanya ke semua instansi, belum pernah mengatakan ada penyadapan,” ujarnya dalam diskusi di Gedung DPR, Kamis (2/2/2017).
Kendati demikian, sebagai orang yang menyatakan ada bukti komunikasi antara SBY dan Ma’ruf Amin, pengacara Ahok harus membuktikannya, ujarnya.
Apalagi, ujarnya, pengacara tersebut menjanjikan satu dua hari lagi sehingga sebaiknya ditunggu saja. Untuk itu dia tidak sependapat kalau persoalan itu sampai membawa-bawa Presiden Jokowi untuk menindaklanjutinya.
“Jadi tidak ada bukti yang dibuka, sehingga mau ribut seperti apa. Jangan kita terbawa irama genderang orang yang belum tentu ujung pangkalnya,” ujarnya.
Sementara itu, politisi PDIP yang juga anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu mengatakan bahwa mantan presiden SBY tidak boleh menggunakan politik ‘bawa perasaan’ (baper) dalam menanggapi isu tersebut.
Dia juga manyatakan permintaan SBY kepada Presiden Jokowi untuk mengklarifikasi persoalan itu terlalu didramatisir.
“Jadi (SBY) jangan bawa perasaan dan melakukan dramatisasi seperti korban fitnah,” ujarnya.
Lebih jauh Masinton mengatakan bahwa sebagai mantan presiden, SBY seharusnya menjadi negarawan sehingga tidak menyampaikan hal-hal yang tidak jelas ke publik.
“Jangan sampai menepuk air di dulang, nanti terpercik wajah sendiri,” ujar Masinton tanpa memerinci penjelasannya.
Kalau menurut SBY dirinya tersadap maka sebaiknya sampaikan ke penegak hukum dan kalau punya informasi intelijen, jelaskan intelijen yang mana. Jangan sampaikan ke publik soal urusan perasaannya, ujar Masinton.