Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Suap Agar Uji Materi UU 41/2014 Dimenangkan

Direktur Utama PT Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama Basuki Hariman mengaku memberikan suap untuk memenangkan uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan.
Penyuap hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar, Basuki Hariman menjawab pertanyaan wartawan usai diperiksa setelah tertangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (26/1)./Antara-Wahyu Putro A
Penyuap hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar, Basuki Hariman menjawab pertanyaan wartawan usai diperiksa setelah tertangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (26/1)./Antara-Wahyu Putro A

Bisnis.com, JAKARTA -  Direktur Utama PT Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama Basuki Hariman mengaku memberikan suap untuk memenangkan uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan.

"Menurut pendapat saya, orang yang menggugat kepada MK itu benar, jadi saya mau coba membantu, itu saja supaya dia bisa dimenangkan perkaranya," kata Basuki saat tiba di gedung KPK Jakarta, Jumat (27/1/2017).

Basuki menjadi tersangka pemberi suap US$20.000  dan 200.000  dolar Singapura (sekitar Rp2,1 miliar) kepada hakim konstitusi Patrialis Akbar terkait uji materi UU Peternakan dan Kesehatan Hewan.

"Karena kalau saya lihat perkaranya sudah cukup lama tidak putus, apakah keputusan disetujui atau ditolak, baru boleh masuk dagingnya, ini belum ada persetujuan apa-apa sudah masuk, sudah ada impornya," tambah Basuki.

Basuki mengaku sudah sejak Juli 2016 bertemu dengan Patrialis membahas UU Peternakan tersebut.

"Dari bulan tujuh atau delapan saya sudah bertemu dan bicara (dengan Patrialis), saya juga menyampaikan keluhan-keluhan soal peternak yang akan 'collapse' karena banyak daging India yang masuk. Saya juga impor daging dari Australia yang lebih mahal, ini juga yang mengganggu bisnis saya, hanya itu saja kepentingan saya," jelas Basuki.

Respon Patrialis menurut Basuki hanyalah mengatakan akan mempelajarinya. "Pertama, dia (Patrialis) tidak mengerti, lalu kedua kalinya saya jelaskan lagi," ungkap Basuki.

Adapun mengenai pemberian uang menurut Basuki adalah keinginan orang dekat Patrialis yaitu Kamal yang telah memperkenalkan keduanya.

"Saya belum pernah bicara dengan Patrialis tentang uang, saya bicara uang dengan Kamal karena dia kenalkan saya dengan Patrialis, yang minta uang ke saya Pak Kamal walau kadang-kadang Kamal mengatakan uangnya untuk Patrialis tapi menurut saya tidak dikasih ke dia (Patrialis)," tambah Basuki.

Basuki  bukan orang yang mengajukan uji materi dengan nomor perkara 129/PUU-XIII/2015.

Uji materi diajukan oleh 6 pemohon yaitu Teguh Boediayana, Mangku Sitepu, Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Gun Gun Muhammad Lutfhi Nugraha, Asnawi dan Rachmat Pambudi yang merasa dirugikan akibat pemberlakuan zona "base" di Indonesia.

Pasalnya, pemberlakuan zoona itu mengancam kesehatan ternak, menjadikan sangat bebasnya importasi daging segar yang akan mendesak usaha peternakan sapi lokal, serta tidak tersedianya daging dan susu segar sehat yang selama ini telah dinikmati.

Kasus ini bermula dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada Rabu (25/1) terhadap Kamaludin di lapangan golf Rawamangun, lalu di kantor Basuki di daerah Sunter hingga akhirnya Patrialis Akbar di Grand Indonesia, saat itu Patrialis bersama dengan seorang perempuan bernama Anggita.

Dalam kasus ini Patrialis bersama dengan orang kepercayaannya Kamaludin disangkakan pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah UU No. 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama seumur hidup atau 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Tersangka pemberi suap adalah Basuki dan sekretarisnya, Ng Fenny, yang disangkakan pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Martin Sihombing
Sumber : ANTARA
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper