JAKARTA- Mei tahun lalu, Panitia Pusat Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2016 mengumumkan hasil seleksi masuk perguruan tinggi Negeri. Dari 645.202 siswa yang mendaftar, hanya 115.178 orang siswa yang diterima di 76 perguruan tinggi negeri (PTN) yang ada di Indonesia.
Ini berarti, hanya sekitar 17.58% pendaftar yang berhasil merebut kursi pendidikan tinggi negeri atau satu kursi PTN diperebutkan oleh lima hingga enam orang siswa. Angka perbandingan ini tentu akan lebih tinggi lagi untuk PTN favorit, contohnya Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Padjajaran (UNPAD), dan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS).
Lantas, apa yang membuat ribuan siswa lainnya gagal? Apakah karena mereka bodoh atau ada faktor lain?
Dr. Eng. Sumarsono ST., MT., OCP yang akrab disapa Kak Sono, pendiri dan Chief Executive Officer (CEO) Elite Tutors Indonesia -bimbingan belajar yang melayani segmen pasar high-end di Indonesiaselama lebih dari 5 tahun melalui program privat bagi siswa/i berkondisi khusus dengan target PTN favorit - menolak anggapan bahwa dalam dunia pendidikan terdapat siswa yang bodoh.
Menurut pria berusia 29 tahun lulusan Teknik Industri UI ini, kegagalan anak di bidang akademis bukanlah semata-mata karena kebodohan melainkan adanya beberapa faktor penyebab. Bahkan, dia mempercayai anak dengan kebutuhan khusus seperti penderita autisme atau dislexia pada tataran mild atau ringan bisa sukses merebut kursi perguruan tinggi jika dididik dengan cara yang tepat.
"Kami sampai saat ini belum menemukan anak yang bodoh, kecuali dia ditakdirkan berbeda, makanya kami ada program yang kebutuhan khusus. Kebutuhan khusus pun kalau autism mild atau dyslexia mild kami masih sangat percaya masih bisa masuk lah UI, UGM, itu no problem," katanya kepada Bisnis.com optimistis, Rabu (21/12/2016) di kantor Elite Tutors Indonesia di City Lofts, Sudirman - Jakarta.
Adapun faktor mendasar yang turut mempengaruhi prestasi akademik adalah perbedaan yang dimiliki oleh setiap anak, seperti latar belakang atau keadaan keluarga dan kemampuan anak menyerap informasi. Adapula faktor lain yaitu sistem kurikulum yang diterapkan di sekolah - khususnya bagi anak yang berasal dari sekolah dengan kurikulum internasional -, serta ketidaktahuan terkait strategi untuk bisa mencapai kursi PTN itu sendiri.
Menurut pria lulusan S3 Hiroshima University – Jepang ini, ibarat memilih baju, sistem pendidikan massal yang saat ini diterapkan di sekolah-sekolah dan tempat bimbingan belajar adalah baju dengan ukuran sama yang dipakai oleh setiap anak dengan tinggi dan berat badan berbeda sehingga kurang bisa mengakomodir kebutuhan personal setiap anak.
Padahal, jelas sekali, dengan tinggi, berat badan dan lingkar bahu berbeda, setiap anak berhak mendapatkan baju ukuran berbeda yang dibuat sesuai dengan proporsi tubuh mereka.
"Seperti pakaian ada ukuran yang sudah ditentukan di pendidikan massal. Kamu harus pakai kegedean atau kekecilan, suka nggak suka harus dipakai," jelasnya menganalogikan.
Kak Sono menjelaskan, dalam perjalanan karirnya sebagai seorang pendidik, ia pernah menemui anak yang dengan keadaan khusus yang memiliki masalah dengan belajar, bahkan sampai tinggal kelas dan anak tersebut bukanlah anak-anak yang bodoh. Saat itu, siswi brilian tersebut sedang mengalami masalah keluarga yang cukup pelik
Setelah mendapatkan treatment pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, mereka bisa lulus dengan nilai-nilai cemerlang, berhasil menempati bangku perguruan tinggi negeri terbaik dan bahkan saat ini telah memperoleh pekerjaan yang baik pula.
Ada juga anak yang tidak bisa mengikuti pelajaran karena kecanduan video game. Menurutnya, anak dengan masalah ini juga memerlukan strategi khusus agar perlahan bisa melepaskan diri dari kecanduannya dan mau lebih memperhatikan prestasi akademiknya. Dia menegaskan melarang anak bukanlah hal solutif.
Dalam kesempatan berbeda, dia juga menemukan anak dengan kesulitan mengikuti mata pelajaran tertentu seperti fisika atau kimia. Namun, akar masalah yang sebenarnya bukanlah pada kedua mata pelajaran tersebut.
"Sering si anak bermasalah pada mata pelajaran fisika dan kimia. Padahal, masalah sebenarnya ada di matematika. Harusnya, antar bidang studi itu ada koordinasinya. Contohnya pada saat mau belajar Fisika tentang gaya dan kawan-kawannya, di matematika diajarin dulu tentang vektor," jelasnya.
Adapula masalah belajar yang dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa anak di mana nilai akademis sang anak terlihat buruk, padahal yang menjadi masalah adalah kurang sempurnanya kemampuan berbahasa sang anak yang menyebabkan dirinya tidak bisa mengekstrak informasi dalam pelajaran lain dengan baik.
"Si anak bermasalah di kimia, fisika padahal masalahnya ada di bahasa Indonesia. Kok bisa? Bahasa Indonesia yang tidak baik membuat dia mengekstrak informasi yang tidak benar dalam soal-soal yang harus diselesaikan. Akhirnya garbage in garbage out," cetusnya.
Untuk itulah, menurut Kak Sono, diterapkan sistem belajar privat bernama tailor-made program, dimana pembelajaran disampaikan berdasarkan latar belakang keadaan peserta didik dan target PTN favoritnya.
Peserta didik yang hendak mengikuti sistem tailor-made akan terlebih dahulu dievaluasi guna mempelajari kondisi anak secara real dan target pembelajaran. Beberapa poin yang menjadi bahan evaluasi awal adalah aktivitas belajar anak, potensi non akademik yang dimiliki, serta pengecekan dokumen akademis seperti buku cetak yang digunakan, buku catatan, lembar tugas, juga lembar ujian anak. Adapula tes awal yang akan diberikan kepada calon peserta didik yang akan mengikuti program ini.
"Jadi keseluruhan itu akan menggambarkan kondisi si anak secara real sehingga kami dapat menyiapkan pelayanan profesional dan personal yang sesuai bagi hampir seluruh aspek yang mendukung tercapainya target jurusan di PTN favorit, mulai dari buku dan modul belajar, sesi belajar privat, pendaftaran ujian masuk PTN target, pemilihan jurusan, konsultasi belajar, aktivitas olahraga dan hiburan, dan sebagainya.," jelas Kak Sono.
Selain untuk memberi gambaran kondisi anak, evaluasi ini juga berguna untuk memberi gambaran terkait potensi yang dimiliki anak serta target yang dimiliki. Terkadang setelah mengevaluasi keadaan anak calon peserta didik, tidak jarang dia harus menyarankan untuk melakukan penyesuaian target.
Penyesuaian target dapat berupa down grade, atau memilih jurusan dengan kompleksitas yang dianggap lebih sesuai potensi anak dan waktu persiapan atau bahkan menyarankan sang anak untuk upgrade yaitu memilih jurusan dengan tingkat akademis lebih tinggi guna memanfaatkan potensi yang ada dan waktu persiapan yang panjang. Sejauh ini salah satu target tersulit untuk bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah Fakultas Kedokteran (FK), sedangkan untuk bidang Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB).
Jadi, tidak ada anak yang bodoh, mereka hanya perlu mendapatkan jawaban yang tepat atas persoalan mereka. Sama seperti latar belakang yang berbeda, setiap anak memiliki potensi berbeda dan layak mendapatkan hal terbaik dengan cara terbaik. (***)