Kabar24.com, JAKARTA - Drone yang belakangan menjadi bagian dari gaya hidup kalangan tertentu ternyata bisa dimanfaatkan untuk menghancurkan ranjau darat.
Mahmud Hassani dan saudaranya Massoud, seperti bocah lainnya yang besar di pinggiran ibu kota Afghanistan, menyaksikan langsung kerusakan yang ditimbulkan ranjau darat kepada siapa pun yang tidak sengaja menginjaknya.
Kenangan dari kehancuran yang disebabkan oleh ranjau darat sisa-sisa tahun 1980an itulah, saat pemberontak Afghanistan bertarung melawan tentara Soviet, yang menginspirasi dua bersaudara itu untuk mengembangkan purwarupa drone untuk mendeteksi dan menghancurkan ranjau peledak.
Penemuan mereka pada Rabu kemarin ditampilkan di NT100, sebuah daftar oleh Nominet Trust, lembaga amal asal Inggris, atas inovasi yang menggunakan teknologi untuk melawan permasalahan utama dunia.
"Bagi kami itu adalah hal yang biasa. Bagi kami itu adalah tempat bermain yang berisi ranjau," kata Mahmoud Hassani kepada Thomson Reuters Foundation, sambil mengenang sebidang tanah dekat rumah masa kecilnya, di mana Mahmoud dan anak-anak lainnya biasa bermain, seperti dikutip Antara, Jumat (16/12/2016).
Hassani menyampaikan bahwa Drone Ranjau Kafon diarahkan ke peta, mendeteksi dan meledakkan ranjau darat.
Dilengkapi dengan sistem pemetaan 3D, drone mendeteksi ranjau darat dengan pendeteksi logam. Menggunakan lengan robotik, drone meletakkan detonator kecil di atas ranjau, sebelum meledakkan perangkat tersebut dari jauh.
Diperkirakan 10 juta ranjau darat telah ditanam di Afghanistan, di mana pada 2015 mencatat angka tertinggi untuk korban akibat ranjau di seluruh dunia, dengan 1.310 orang tewas atau terluka, berdasarkan data lembaga Kampanye Internasiona; untuk Pelarangan Ranjau Darat (ICBL).
ICBL bulan lalu juga menambahkan, sekitar 6.461 orang tewas atau terluka oleh ranjau, senjata peledak yang diaktifkan, atau senjata yang tersisa setelah perang di seluruh dunia pada 2015, kata ICBL bulan lalu.
Lebih dari tiga perempat korban adalah warga sipil, 38 persennya adalah anak-anak.
Hassani yang tinggal di Belanda bersama saudaranya mengatakan bahwa purwarupa drone mereka dapat menjadi 120 kali lebih murah dan 20 kali lebih cepat daripada teknik pembersihan ranjau tradisional.
Juga tidak ada risiko bagi manusia, tambahnya.
Proyek lain yang dipilih oleh Nominet Trust yang memberikan dana untuk kepentingan teknologi sosial, termasuk WaterScope, sebuah sistem pencetakan 3D untuk menguji kualitas air dan Kiron, sebuah platform dalam jaringan yang menyediakan materi universitas bagi pengungsi.