Kabar24.com, JAKARTA—Meski Mahkamah Konstitusi (MK) pernah memutuskan anggota TNI dan Polri tidak memiliki hak untuk memilih dalam Pilpres tahun 2014, namun bukan berarti peluang itu tertutup sama sekali di masa datang.
Ketua MK Hamdan Zoelva mengatakan bahwa secara konstitusional TNI/Polri memiliki hak untuk memilih dan dipilih dalam pemilu.
Hanya saja hak itu hilang kalau ada keputusan pengadilan yang mengaturnya. Apalagi, ujarnya, soal hak pilih TNI/Polri tidak diatur dalam Undang-undang Dasar.
“Putusan MK itu tidak mati, bisa berubah sesuai kondisi social kemasyarakata. Selain itu ada juga pertimbangan mudharat dan mamfaatnya,” ujar Hamdan dalam acara diskusi bertema “Putusan MK tentang Kepemiluan” yang diadakan oleh Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) DPR, Kamis (15/12/2016). Turut hadir dalam diskusi itu Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Eddy dari Fraksi PKB.
Menurut Hamdan, TNI/Polri telah menyatakan melepaskan hak pilih dan dipilihnya sampai 2019. Artinya, bisa saja alat negara tersebut akan menggunakan hak pilih dan dipilih setelah tahun tersebut.
Akan tetapi Hamdan mengingatkan bahw akan ada masalah kalau TNI/Polri dibolehkan ikut pemilu. Pasalnya, akan susah mengatur bagi mereka yang sudah pensiun mengingat soliditas aparat keamanan negara yang terbiasa pakai sistem komando.
“Yang jadi soal kalau yang sudah pensiun. Bermasalah karena bukan anggota TNI/Polri,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu tidak setuju jika Tentara Nasional Indonesia diberikan hak politik. Menurut Ryamizard, kondisi saat ini tidak pas bagi TNI untuk memiliki hak politik.
"Kalau sekarang enggak pas ya, saya tidak mau TNI berpolitik karena kondisi kita kan belum matang berpolitik," kata Ryamizard di Kompleks Parlemen beberapa waktu lalu.
Ryamizard mengatakan kondisi saat ini tidak memungkinkan bagi TNI untuk memiliki hak politik. Bahkan 5-10 tahun ke depan pun, ujarnya, TNI belum bisa serta-merta berpolitik. Alasannya, dikhawatirkan akan terjadi perselisihan jika tentara diberikan hak politik.