Bisnis.com, JAKARTA - "Saya sudah lama diincar, saya tidak kaget.” Kalimat itu muncul dari mulut Dahlan Iskan saat keluar dari gedung Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
Dari kalimat itu, Dahlan seolah sudah memprediksi, pemeriksaannya atas dugaan korupsi penjualan aset PT Panca Wira Usaha (PWU) bakal berujung penahanan.
Tak lama setelah berbincang dengan awak media, dia kemudian dibawa petugas kejaksaan ke Rumah Tahanan Medaeng, Surabaya. Bekas Menteri Bekas Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu pun resmi menjadi tahanan Kejati Jawa Timur.
Jika dirunut ke belakang, persinggungan Dahlan dan Kejaksaan bukan suatu hal yang baru. Sebelum kasus penjualan aset PT PWU terungkap, pria asal Jawa Timur itu pernah dijerat kasus rasuah. Pada tahun 2015, Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menetapkannya sebagai tersangka perkara korupsi gardu induk Perusahaan Listrik Negara (PLN) Jawa, Bali, Nusa Tenggara. Kerugian negara kala itu ditaksir mencapai Rp1,06 triliun.
Penyidik Adhyaksa menengarai, Dahlan yang pernah menjabat Direktur Utama perusahaan listrik pelat merah tersebut bertanggungjawab atas proyek gardu induk yang pengerjaannya dimulai Desember 2011. Adapun indikasi korupsinya mulai tercium, setelah penyidik menemukan, proyek tersebut mangkrak dan terbengkalai.
Dahlan yang merasa tidak bersalah pun melawan. Melalui kuasa hukumnya, Yusril Ihza Mahendra, dia mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Sidang gugatan praperadilan pun bergulir, hakim PN Jaksel kemudian menyatakan penyidikan yang dilakukan kejaksaan tidak sah dan secara otomatis menganulir penyematan tersangka terhadapnya.
Meski telah memenangkan perkara, namun Dahlan tak bisa bernafas lega. Pasalnya tak lama setelah putusan itu, namanya kembali disebut dalam perkara korupsi pengadaan mobil listrik di Kementerian BUMN.
Sebelum mengendus keterlibatan Dahlan, penyidik gedung bundar telah menetapkan Direktur PT Sarimas Ahmadi Pratama Dasep Ahmadi sebagai tersangka.
Di pengadilan tingkat pertama, rekanan Kementerian BUMN dalam pengadaan mobil listrik tersebut, divonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tujuh tahun penjara. Selain itu, dia juga diminta untuk mengganti kerugian negara senilai Rp17,18 miliar.
Kasus itu sempat membuat jaksa dan hakim berselisih pendapat. Penyebabnya, waktu itu jaksa meminta majelis hakim untuk menghadirkan Dahlan Iskan untuk bersaksi. Namun permintaan jaksa itu ditolak dengan alasan yang tak jelas. Jaksa kemudian mengajukan banding, dan terakhir perkara itu sampai ke tahap kasasi.
Kepala Tim Penyidik kasus mobil listrik, Victor Antonius Sidabutar saat dihubungi Bisnis mengatakan, untuk menelisik soal dugaan keterlibatan Dahlan Iskan, mereka menunggu putusan kasasi Mahkamah Agung.
“Kalau ada putusan kasasi, ada kemungkinan mengembangkan perkaranya ke arah sana,” ujarnya, Jumat (28/10/2016).
Gagal menjerat Dahlan pada dua kasus sebelumnya, penyidik kejaksaan kemarin berhasil menyeret Dahlan dalam perkara dugaan korupsi penjualan aset PT Panca Wira Usaha (PWU). Tak hanya menersangkakannya, dia juga telah dijebloskan ke Rutan Medaeng, Surabaya.
Diincar
Pieter Talaway, penasihat hukum Dahlan mengatakan, kliennya memang telah diincar dalam perkara itu. Meski sebenarnya, bukti yang dimiliki jaksa jauh dari kata cukup.
Tak hanya itu, dia menengarai ada pihak yang bermain di balik penetapan Dahlan sebagai tersangka. Kliennya tak bersalah, karena penjualan aset itu tak cacat hukum, bahkan semua prosedur telah dipenuhi.
Dia bahkan mengklaim, berkat kepemimpinan Dahlan sebagai Direktur Utama PT PWU, aset milik perusahaan itu bertambah, pasalnya selain menjual aset mereka juga membeli aset lainnya.
Karena merasa ada yang janggal, dia mengaku bakal ajukan praperadilan, langkah itu tak lain untuk mencari keadilan atas penetapan kliennya sebagai tersangka.
Kejagung sendiri memilih bungkam dengan beberapa kasus Dahlan tersebut. Jaksa Agung M.Prasetyo tampak menghindari awak media, meski pengawalnya sudah standby di depan ruangannya. Dia memilih pulang lewat lantai bawah untuk menghindar dari kejaran awak media.
Sedangkan, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Muhammad Rum mengatakan, pihaknya tidak bisa mengomentari lebih jauh, karena penyidik kejaksaan masih terus bekerja.
"Nanti aja, kami masih periksa datanya," jelasnya.