Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Cegah Korupsi, Jamdatun Klaim akan Fokus Benahi Regulasi

Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Bambang Setyo Wahyu Hadi meminta jaksa pengacara negara mengupayakan pendekatan preventif dalam pencegahan tindak pidana korupsi (tipikor).
Gedung Bundar Kejaksaan Agung/kejaksaan.go.id
Gedung Bundar Kejaksaan Agung/kejaksaan.go.id

Kabar24.com, JAKARTA - Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Bambang Setyo Wahyu Hadi meminta jaksa pengacara negara mengupayakan pendekatan preventif dalam pencegahan tindak pidana korupsi (tipikor).

Upaya penindakan preventif itu perlu dilakukan karfena pencegahan korupsi tidak hanya melalui penindakan hukum, tetapi bisa dilakukan dengan membenahi tumpang tindih regulasi yang terjadi saat ini.

“Mari kita bersama-sama mewujudkan Indonesia mencegah. Bukan hanya dari sisi korupsi dan pelanggaran hukum lain, tetapi juga dari sisi tumpang tindih regulasi,” kata Bambang seperti dalam keterangan tertulisnya, Senin (17/10/2016).

Menurutnya, pencegahan tersebut bisa dilakuikan dengan mengoptimalkan JPN secara optimal, misalnya dalam memberikan pendapat dan audit hukum. "Dalam menyusun itu, pertimbangan harus obyektif dan dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip yuridis normatif," imbuhnya.

Dia menambahkan tumpang tindih regulasi bisa disiasati dengan memberikan pendampingan secara TUN. Pemerintah Daerah, BUMN dan Kementerian yang hendak membuat undang-undang maupun peraturan hukum dapat meminta pertimbangan hukum dari JPN.

 “Agar antara satu peraturan tidak bertentangan dengan aturan yang lain, serta tidak bertentangan dengan rasa keadilan,” ujar Bambang.

Adapun, kata Bambang,  pencegahan tumpang tindih regulasi ini sejalan dengan konsep reformasi hukum yang tengah digulirkan Presiden Joko Widodo.  Terkait hal itu, salah satu langkah yang bisa ditempuh yakni dengan menata regulasi.

"Kementerian seharusnya tidak lagi memproduksi banyak regulasi, tetapi bagaimana membuat peraturan yang berkualitas. Regulasi berkualitas yang dimaksud Jokowi adalah peraturan yang tidak tumpang tindih satu sama lain. Peraturan juga harus melindungi rakyat, bukan malah mempersulit masyarakat," jelasnya.

Tak hanya itu, aturan yang tumpang tindih dapat menyebabkan ketidakpastian hukum serta ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah. Salah satu indikatornya adalah tingginya uji materi di Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.

Dari catatan Bidang Datun Kejaksaan, selama 2014 terdapat 21 gugatan uji materi. Jumlah tersebut meningkat pada 2015 menjadi 37 gugatan uji materi dan turun kembali pada 2016 menjadi 25 gugatan uji materi. Pada 2016, uji materi yang paling banyak diajukan adalah mengenai Peraturan Pemerintah Nomor 78 tentang Pengupahan, yaitu sebanyak enam gugatan.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper