Kabar24.com, JAKARTA - Meski tampil santun dan mencerminkan etiket yang baik, tak sedikit pejabat publik di Indonesia yang justru beretika buruk.
Demikian disampaikan pakar psikologi Politik Universitas Indonesia Prof Dr Hamdi Muluk dalam sebuah diskusi.
"Pernyataan yang santun dan elegan itu etiket, tapi perilaku yang hanya janji-janji tanpa realisasi itu etika," kata Hamdi pada diskusi Pilar Negara MPR RI "Etika Pejabat Publik" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin (17/10/2016).
Menurut Hamdi, etiket itu terkait dengan pergaulan, tapi etika terkait dengan komitmen pribadi dan komitmen terhadap publik.
Ia menjelaskan, bicara etika bidangnya sangat luas sehingga dapat dipilah-pilah sesuai dengan bidangnya.
"Bicara etika di lingkungan pejabat publik, maka disebut etika pejabat publik," katanya.
Menurut Hamdi, bicara soal kepentingan semuanya bermuara pada publik sehingga seharusnya mengutamakan kepentingan publik.
Pejabat publik, salah satu indikator penilaiannya adalah kinerja.
"Jika pejabat publik kinerjanya buruk maka dapat disebut tidak kompeten," katanya.
Dia menegaskan, pejabak publik harus memiliki akuntabilitas dan integritas.
Jika pejabat publik tidak kompeten di bidangnya, kata dia, sebaiknya tidak menerima jabatan tersebut karena tidak akan memiliki akuntabilitas.
Hamdi juga menegaskan, harus dibedakan antara etika dan etiket.
Menurut dia, etiket adalah perilaku yang terkait dengan pergaulan seperti, ramah dan santun, tapi etika terkait dengan komitmen pribadi dan komitmen terhadap publik, seperti jujur dan tanggung jawab.
"Kalau ada pejabat publik yang ramah, sopan, tapi korupsi, itu etikanya buruk dan munafik," katanya.
Hamdi juga mengingatkan, agar pejabat publik lebih mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi.