Kabar24.com, JAKARTA - Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) La Ode M. Syarief memaparkan bahwa kebijakan disebut diskresi, jika tidak ada kerugian negara dan menimbulkan konflik kepentingan pada saat pengambilan kebijakan.
Menurut dia, sejauh ini tidak ada perkara korupsi yang berawal dari kebijakan diskresi. Semua kasus, katanya, berawal dari kebijakan yang saratkonflik kepentingan dan menimbulkan kerugian negara.
"Jadi kami menangani setiap peristiwa itu ada pertimbangannya. Setiap kebijakan yang merugikan negara jelas bukan merupakan diskresi," kata Syarief dalam diskusi Kriminalisasi Diskresi di MMD Initiative, Jakarta, Senin (29/8/2016).
Kasus Nur Alam adalah contoh bahwa kebijakan yang dilakukan Gubernur Sulawesi Tenggara itu bukan merupakan diskresi. Dalam perkara itu, kerugian negara jelas terjadi, kebijakan penerbitan izin yang dilakukan bekas politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu dilakukan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain.
Dia juga mememinta kepada para kepala daerah untuk tidak takut, kalau kebijakan itu dimaksudkan kepentingan negara dan tidak merugikan negara, tentu KPK tidak akan memidanakannya.
"Tidak usah takut, kalau ada niat baik, tentu tidak kami tindak," jelasnya.
Perdebatan soal diskresi itu muncul ketika Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu meminta Kejaksaan Agung dan Polri untuk tidak mengkriminalisasikan pejabat administrasi pemerintah dalam rangka kebijakan dan terobosan yang didasarkan niat yang baik.