Kabar24.com, JAKARTA - Amerika Serikat dinilai belum punya hak untuk bicara soal hukum laut selama tidak meratifikasi Unclos.
Pernyataan itu disampaikan Deputi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Havas Oegroseno. Ia menyebutkan, Amerika Serikat harus meratifikasi Konvensi PBB tentang Hukum Kelautan (UNCLOS) agar dapat berperan aktif dalam penyelesaian sengketa maupun konflik kelautan internasional.
"Anda tidak dapat bicara tentang hukum laut jika tidak menjadi bagian dari UNCLOS," kata Deputi Menkomaritim Havas Oegroseno dalam Simposium Asia Internasional 2016 di Hotel Shangrila Jakarta, Senin (21/8/2016).
Havas hadir sebagai pembicara kunci dalam simposium bertajuk "Masalah Keamanan Maritim Kontemporer di Asia: Tantangan dan Potensi Perdamaian, Stabilitas dan Keberlanjutan".
Dalam pidatonya, Havas menyampaikan beberapa poin yang perlu diperhatikan dalam menghadapi tantangan dan memanfaatkan potensi Asia untuk menciptkan perdamaian dan stabilitas kawasan, salah satunya adalah peran Amerika Serikat.
Menurut Havas, peran Amerika sangat penting sebagai mediator dalam menyelesaikan sengketa dan konflik serta menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan. Oleh karena itu negara pemegang hak veto Dewan Keamanan PBB itu harus meratifikasi UNCLOS sebagai kerangka hukum internasional tentang kelautan.
"Kita tidak dapat menafikan relasi antara Amerika dan Tiongkok di kawasan ini," kata dia.
Di kawasan Asia, China adalah satu-satunya negara yang memiliki hak veto pada Dewan Keamanan PBB.
Selain itu, Havas juga menyoroti pengaruh sentimen domestik masing-masing negara yang dapat menjadi pemicu konflik meningkat.
"Nasionalisme adalah faktor yang paling mudah untuk disulut dalam hal sengketa atau konflik antarnegara," kata dia.
Deputi Menkomaritim yang juga pakar hukum kelautan internasional itu memandang perlunya kawasan Asia memiliki pengaturan yang mengikat untuk mengombinasikan peraturan di antara komponen penjaga keamanan laut antarnegara.
Simposium Asia Internasioal 2016: Masalah Keamanan Maritim Kontemporer di Asia: Tantangan dan Potensi Perdamaian, Stabilitas dan Keberlanjutan diselenggarakan oleh Pusat Studi Asia Tenggara (CSEAS) yang menghadirkan pembicara kemaritiman dari Kementerian Luar Negeri, Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Ilegal, dan kalangan akademik.