Kabar24.com, JAKARTA – Puluhan terpidana dari lima lembaga pemasyarakatan mengaku dimintai uang untuk mengurus status saksi atau pelaku yang berkerja sama mengungkap kasus (Justice Collaborator).
Anggota Ombudsman Republik Indonesia Ninik Rahayu mengatakan bahwa hal tersebut berdasarkan hasil tim investigasi terhadap lima lembaga pemasyarakatan (lapas).
“Testimoni yang saya dapat itu bayarnya beragam, ada yang Rp3 juta, Rp5 juta, Rp35 juta, tergantung kasus yang dialami si napi,” kata Ninik kepada Bisnis.com, Jumat (19/8/2016).
Ninik mengatakan sebenarnya praktik jual beli justice collaborator (JC) sudah lazim terjadi. Sebab, status JC seringkali digunakan sebagai syarat pemberian pengurangan masa hukuman (remisi) bagi terpidana, seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99/2012.
Ninik JC mengatakan terpidana sebaiknya diberi status itu ketika masih berperkara di pengadilan. Dengan demikian dapat mendengar pendapat hakim dengan pertimbangan manfaat keterangan yang diberikan terdakwa.
Saat ini investigasi atas praktik jual beli JC masih terus berjalan. Masih ada dua dari tujuh lapas yang dipilih secara acak belum diperiksa.
Nantinya, kata Ninik Ombudsman akan merapihkan laporan agar dapat dipublikasikan.
Sejauh ini Ombudsman telah mendapat pengakuan dari puluhan terpidana yang mengaku pernah ditawarkan status JC dengan harga tertentu.
Selain melakukan investigasi, Ombudsman juga telah menerima tiga laporan terkait praktik jual beli JC.