Kabar24.com, JAKARTA—Kegagalan Indonesia menindaklanjuti kesepakatan kerja sama dengan Filipina dan Malaysia akan membuat aksi penculikan pelaut Indonesia di perbatasan perairan Filipina selatan dan Malaysia akan berlanjut terus.
Hal itu dikemukakan oleh sejumlah anggota DPR terkait terulangnya kembali aksi penculikan atas pelaut Indonesia diperairan dekat negara bagian Sabah, Malaysia pada Rabu lalu. Dia adalah anak buah kapal berbendera Malaysia.
Anggota Komisi I DPR, Tantowi Yahya mengatakan kalau kesepakatan itu terlaksana maka ke depan kesepakatan itu akan menjadi daya tangkal yang sangat kuat. Dalam pertemuan antar menteri pertahanan Indonesia, Filipina, Malaysia di Bali, Selasa lalu, telah dilahirkan sejumlah kesepakatan antara lain pembentukan posko bersama dan operasi darat gabungan.
Meski belum diketahui siapa penculik pelaut Indonesia pada Selasa lalu, namun kelompok Abdu Sayyaf diyakini berada di belakang sejumlah kasus penculikan terhadap WNI dalam tiga bulan terakhir.
Tantowi mengatakan bahwa apabila kerja sama ini sulit direalisasikan dalam waktu dekat maka pemerintah Indonesia seharusnya bisa menyertakan anggota TNI atau polisi untuk mendampingi kapal-kapal Indonesia di wilayan perairan yang rawan penculikan.
Tantowi juga mengingatkan agar semua pihak yang terlibat upaya pembebasan untuk tidak menggunakan uang tebusan yang dikhawatirkan akan terus diulangi oleh kelompok penyandera. Pasalnya pelaut Indonesia seperti bancakan mereka karena warga negara Malaysia dibebaskan, sedang warga negara kita ditahan.
“Mereka sudah tahu ini bakal ditebus. Ini yang harus dihentikan," kata Tantowi.
Anggota Komisi I DPR Charles Honoris menilai kesepakatan antara pemerintah Indonesia, Malaysia, dan Filipina untuk menangani masalah perompakan dan pembajakan dinilai hanya retorika saja karena masih terjadi kasus tersebut.
Pemerintah tiga negara itu melalui beberapa pertemuan tingkat tinggi sepakat untuk mengamankan titik-titik rawan di kawasan dari perompakan dan pembajakan, ujarnya. Namun sampai detik ini kesepakatan tersebut baru retorika belaka, ujarnya kepada wartawan, Senin (8/8/2016).
Dia menilai kesepakatan tiga negara itu belum ada realisasinya karena terhambat hal-hal teknis. Menurut dia, kesepakatan antara Indonesia, Malaysia dan Filipina untuk melakukan patroli bersama berupa saling tukar informasi intelijen dan bantuan darurat harus segera direalisasikan.
"Saya mendapat informasi bahwa seorang WNI kembali menjadi korban penculikan oleh kelompok yang ditenggarai sebagai bagian dari Abu Sayyaf. Ini sudah tidak bisa ditolerir lagi," ujarnya.
Menurut dia, dalam beberapa tahun terakhir tercatat ada ratusan penculikan dan penyanderaan oleh kelompok kriminal yang berbasis di Filipina Selatan.
Dia menekankan bahwa publik tentu berharap tidak ada lagi keluarga-keluarga lainnya yang harus mengalami musibah seperti keluarga 10 WNI yang disandera Abu Sayyaf dan kasus-kasus penyanderaan WNI harus segera berhenti.