Bisnis.com, JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan eksepsi dari PT Premiere Equity Futures untuk melimpahkan sengketa perusahaan pialang tersebut dengan nasabahnya ke Badan Arbitrase Perdagangan Berjangka Komoditi (BAKTI).
PT Premier Equity Futures selaku tergugat I, beserta tiga karyawan yang merupakan tergugat II, III dan IV digugat oleh nasabahnya Sumardi atas tindakan perbuatan melawan hukum. Para tergugat dituduh tidak memiliki iktikad baik untuk mengembalikan ganti rugi nasabah senilai Rp220 juta. Transaksi berjangka tersebut terdiri dari dana investasi Rp170 juta dan biaya lain-lain sejumlah Rp50 juta.
Selanjutnya, para tergugat mengajukan eksepsi bahwa kasus ini adalah ranah BAKTI, sesuai dengan laporan hasil penanganan pengaduan penggugat ke PT Bursa Berjangka Jakarta atau Jakarta Futures Exchange.
“Mengabulkan eksepsi kompetisi absolut yang diajukan oleh tergugat I, II, III dan IV,” ujar Ketua Majelis Hakim Amat Khusaeri dalam amar putusannya, Rabu (3/8/2016).
Amat menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara a quo. Adapun yang berwenang adalah Badan Arbitrase Perdagangan Berjangka Komoditi.
Majelis hakim juga menyimpulkan dalam surat perjanjian antara penggugat dan tergugat, mereka telah menentukan pilihan penyelesaian sengketanya melalui jalur BAKTI.
“Menimbang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melimpahkan sengketa ini kepada pihak yang berwenang yaitu BAKTI dan menghukum penggugat membayar biaya perkara yang timbul dari perkara ini,” tambanya.
Kuasa Hukum Penggugat Fidelis Angwarmasse mangatakan tidak terima dengan putusan hakim. Dia mengkalim eksespsi absolut yang diajukan oleh tergugat hanyalah alasan yang dipakai untuk menghindar dari tanggung jawab.
Padahal, gugatan ini berlandaskan dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan para tergugat. Dengan demikian timbul penandatanganan perjanjian pemberian amanat oleh penggugat.
“Alasan eksepsi tergugat bersifat sepihak dan tendensius. Mereka hanya mengagung-agungkan perjanjian pemberian amanat yang ditandatangani penggugat tanpa melihat perbuatan melawan hukum yang melatarbelakanginya,” katanya kepada Bisnis, Rabu (3/8/2016).
Padahal, lanjutnya, kliennya lah yang membuat pengaduan ke PT Bursa Berjangka Jakarta untuk dilakukan mediasi. Adapun PT Bursa Berjangka Jakarta memberikan pilihan kepada kedua belah pihak untuk membawa pengaduannya ke BAKTI atau ke pengadilan negeri.
Menurutnya, para tergugat melakukan kesalahan fatal lantaran melakukan transaksi dana investasi milik penggugat tanpa melakukan konfirmasi terlebih dahulu dalam kurun Oktober 2014 hingga Februari 2015.
Fadelis memaparkan kliennya diminta menyetorkan dana investasi Rp100 juta dengan risiko kerugian 30%. Dengan kata lain, transaksi harus dihentikan apabila kerugian telah mencapai Rp30 juta sehingga sisa modal dapat dikembalikan ke klien.
“Kenyataanya, transaksi tetap dilakukan oleh PT Premier tanpa konfirmasi hingga modal nasabah atau klien saya habis,” ujarnya.
Setelah itu, pihak tergugat meminta penggugat untuk melakukan tambah modal senilai Rp70 juta. Untuk kedua kalinya, PT Premier melakukan transaksi tanpa koordinasi hingga modal penggugat habis.