Kabar24.com, JAKARTA — Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) mengaku belum mendapatkan salinan putusan Mahkamah Agung (MA) terkait dengan penyerahan aset ke ahli waris.
Pengurus BANI yang diketuai oleh M. Husseyn Umar menyatakan bahwa pihaknya hingga saat ini masih belum menerima adanya pemberitahuan resmi dari Pengadilan Negeri (PN) Jakarta atas putusan MA yang menyebutkan bahwa pihak BANI harus menyerahkan asetnya pada pihak ahli waris.
“Sesuai Hukum Acara Perdata, pemberitahuan secara resmi atas putusan MA itu dilakukan oleh PN tingkat pertama yang memutus perkara, dalam hal ini PN Jakarta Selatan, namun sampai saat ini belum mengeluarkan pemberitahuan secara resmi atas putusan tersebut," ujarnya dalam keterangan tertulis (3/12/2019).
Husseyn menyebutkan bahwa pihaknya baru mengetahui informasi tersebut dari pemberitaan di media.
Menurutnya salinan putusan resmi sangat penting agar pihaknya dapat mengatahui pertimbangan para Hakim Agung untuk memutuskan perkara tersebut.
Selain itu, pihak BANI yang dia pimpin juga akan mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK), sebab berdasarkan Surat Edaran MA Nomor 10 Tahun 2009, apabila putusan pengadilan saling bertentangan tentang objek yang sama, pihak yang berperkara dapat mengajukan PK.
Seperti diketahui, berdasarkan putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No : 34/PDT.SUS-MEREK/2017/PN.NIAGA.JKT.PST. tanggal 12 September 2017 juncto putusan MA tentang PK No : 178 PK/Pdt.Sus-HKI/2018, tanggal 24 September 2018, BANI yang didirikan oleh Kamar Dagang Indonesia (KADIN) pada tahun 1977 dinyatakan sebagai pemegang merek yang sah.
“Disini kita melihat adanya pertentangan dengan putusan MA lain yang mengatur merek secara yudisial Hak BANI, maka sesuai peraturan MA, jika berisikan pertentangan satu sama lain, maka tidak bisa dieksekusi dan dapat dilakukan PK,” ujarnya.
Sementara itu, Tim Ahli BANI, Bambang Widjojanto menegaskan bahwa sesuai dengan Surat Kadin No.SKEP/152/DPH/1977 tertanggal 30 November 1977, BANI Didirikan oleh KADIN pada kala itu, dan dan pengurusan pertama BANI ditetapkan dengan surat keputusan KADIN No. SKEP/154/1977 tertanggal 13 November 1977 yang berisi mengenai pengangkatan kepengurusan pertama BANI yang akan diambil sumpah atau janji di hadapan Ketua Umum KADIN Indonesia.
Tertera nama Prof. R. Soebekti sebagai Ketua, Harjono Tjitrosoebono sebagai Wakil Ketua, dan anggota-anggota tetap Prof.Dr. Priyatna Abdurrasyid, Dr. Djunaedi Hadisumarto, dan J.R.Abubakar.
Masa jabatan kepengurusan pertama ini berlaku 5 tahun. Pada 1983, diperbaharui dengan SK pengangkatan kepengurusan baru melalui SKEP/012/III/1983, nama Dr. Djunaedi Hadisumarto digantikan Loekman Wiriadinata.
“Fakta yuridis membuktikan BANI sebagai lembaga yang didirikan oleh KADIN, tidak didirikan oleh orang lain, para pihak yang menyebut diri ahli waris tersebut bukan lah pendiri BANI, namun pengurus pertama BANI pada tahun 1977, justru menjadi aneh ketika ada pihak yang mengklaim secara sepihak menyatakan sebagai kelanjutan BANI dan menghubungkan hal jabatan pengurus BANI dengan urusan kewarisan,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, putusan Kasasi di Mahkamah Agung (MA) memenangkan penggugat yang merupakan para ahli waris pendiri BANI Sovereign.
Kuasa hukum para ahli waris BANI Sovereign, Anita DA Kolopaking menjelaskan bahwa putusan Kasasi pada 29 Oktober 2019 menolak permohonan banding Kubu Husseyn Umar cs.
Putusan itu juga menguatkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang sebelumnya telah menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam perkara nomor 674/Pdt.G/2016/PN Jkt.Sel.