Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengibaran Bendera One Piece, Ini Kata Akademisi

Pengibaran bendera One Piece dinilai sah oleh akademisi UB, Muktiono, sebagai ekspresi individu yang tidak melanggar hukum selama tidak mengganggu ketertiban.
Pengibaran bendera merah putih, bersamaan dengan bendera one pice./Instagram
Pengibaran bendera merah putih, bersamaan dengan bendera one pice./Instagram

Bisnis.com, MALANG— Akhir-akhir ini, muncul pro dan kontra terkait pengibaran bendera One Piece menjelang 17 Agustus. Ada yang merespon bahwa aksi tersebut merupakan bagian dari makar, ada pula yang mengatakan bahwa hal tersebut merupakan kebebasan berekspresi.

Pakar hukum sekaligus dosen hukum Universitas Brawijaya Muktiono, menilai bahwa pengibaran bendera One Piece merupakan merupakan ekspresi individu pada suatu kegemaran atau kesenangan dan tidak dilarang UU.

”Tindakan tersebut adalah cara untuk mencari kesenangan (pursuing happiness) yang merupakan bagian dari hak asasi seseorang. Bisa juga tindakan ini juga bagian dari bentuk protes, sindiran, atau respon terhadap situasi tertentu yang merupakan hal biasa dari warga negara,” ujarnya, Rabu (6/8/2025).

Dia menilai, hal tersebut lumrah sejauh tidak melanggar hak orang lain, tidak mengganggu ketertiban umum, tidak melanggar aturan hukum, tidak mengancam keselamatan diri dan publik, tidak mengganggu kesehatan diri sendiri dan orang lain, serta bukan tindakan kriminal.

Dari perspektif hukum, kata dia, UU 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, serta Lambang Negara dan Lagu Kebangsaan Indonesia tidak melarang pengibaran bendera seperti itu. 

Selain itu, dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan lain juga tidak melarang hal tersebut sejauh tidak ada pelecehan langsung terhadap bendera negara.

”Saya kira negara terlalu bersikap atau bertindak berlebihan, dengan melarang atau mengkriminalisasi pengibaran bendera atau pengecatan lambang One Piece jika tidak ada kebutuhan mendesak yang tidak didasarkan pada ancaman yg nyata,” tambahnya.

Dia khawatir bahwa kriminalisasi terhadap hal-hal yang demikian justru akan akan membuang energi publik dan negara untuk mengurus hal-hal yang lebih esensial.

”Seharusnya negara fokus menyelesaikan masalah esensial, seperti pemberantasan korupsi, perubahan iklim, pengentasan kemiskinan, mengejar ketertinggalan teknologi, penyediaan lapangan kerja dan upah layak, dan pemerataan pendidikan,” ucapnya. (K24)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Choirul Anam
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro