Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah harusnya membuka partisipasi seluruh pemangku kepentingan, termasuk para pakar dan asosiasi sebelum mengeluarkan kebijakan.
Supriyadi Widodo Eddyono, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), mengatakan permintaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) kepada pada dokter untuk tidak menjadi eksekutor kebiri kimia merupakan masalah serius bagi pemerintah.
Pasalnya, pemberatan hukuman kebiri kimia terhadap pelaku kejahatan seksual telah disahkan melalu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu No. 1/2016.
“Permintaan IDI terkait eksekutor kebiri ilmiah menunjukkan Perppu No. 1/2016 tidak didasarkan kepada kajian analisis ilmiah yang mendalam. Seharusnya, pemerintah membuka partisipasi dan menerima masukan dari banyak pihak,” katanya, Jumat (10/6/2016).
Penolakan IDI menjadi eksekutor kebiri kimia berdasarkan fatwa Majelis Kehormatan dan Etik Kedokteran No. 1/2016 tentang Kebiri Kimia, dan Sumpah Dokter, serta Kode Etik Kedokteran Indonesia.
IDI juga menilai kebiri kimia tidak menjamin akan menghilangkan hasrat dan potensi perilaku kekerasan seksual pelaku. Untuk itu, IDI meminta pemerintah mncari solusi lain yang efektif untuk mengatasi persoalan tersebut.
“Pengambilan keputusan tanpa kajian dan analisis mendalam, serta tidak melibatkan pihak-pihak yang berkompeten, seperti pakar medis adalah tindakan yang fatal,” ujarnya.
Menurutnya, pemerintah harus segera membuka kajian dan analisis yang sudah dilakukan dan menjadi dasar dari penerbitan Perppu No. 1/2016. Di sisi lain, DPR juga harus mencermati adanya surat IDI tersebut, dan segera meminta penjelasan dari pemerintah.