Kabar24.com, JAKARTA - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) mendesak pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk menghentikan proyek reklamasi di Teluk Jakarta seperti yang diperintahkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Komisioner Ombdusman Alvin Lie menuturkan pembangunan dan kepentingan ekonomi tak boleh mengabaikan aspek kelestarian lingkungan hayati dan lingkungan sosial.
Menurutnya, banyak proyek swasta maupun proyek pemerintah yang belum memenuhi persyaratan semacam dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL)-Upaya Pemantauan Lingkunan Hidup (UPL), serta Analisa mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
Terkait dengan proyek reklamasi di Teluk Jakarta, Alvin menuturkan pemerintah harus mematuhi putusan pengadilan tentang hal tersebut. Pada Selasa (31/5/2016), PTUN memutuskan untuk membatalkan izin reklamasi Pulau G yang diberikan kepada PT Muara Wisesa Samudera, anak usaha PT Agung Podomoro Land Tbk.
"Setop [reklamasi]. Patuhi putusan pengadilan. Pejabat yang tak patuhi putusan pengadilan jadi teladan buruk bagi rakyat," kata Alvin ketika dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (1/6/2016).
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sendiri sudah menerapkan moratorium terhadap proyek reklamasi pada pertengahan Mei lalu. Hal itu dikarenakan adanya persoalan pada perizinan AMDAL.
Alvin menuturkan salah satu solusi adalah memberikan waktu kepada pihak terkait untuk melengkapi persyaratan berkaitan dengan lingkungan tersebut. Jika tak dilakukan, sambungnya, maka dapat dikenakan sanksi pidana kepada pejabat yang bersangkutan sesuai dengan UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
KLHK menerapkan sanksi administratif paksaan pemerintah kepada dua perusahaan yakni PT Muara Wisesa Samudera dan PT Kapuk Naga Indah. PT Kapuk Naga merupakan anak usaha dari Grup Agung Sedayu.
Penghentian sementara itu dilakukan pada Pulau G, Pulau 2B, Pulau 2A, Pulau dan Pulau 1, Pulau C dan Pulau D. KLHK menyatakan terbitnya keputusan itu diakibatkan ditemukannya masalah serius setelah dilakukannya pemeriksaan dokumen Amdal dan pemeriksaan lapangan. Kementerian menyatakan diduga telah terjadi pelanggaran izin.
“Dengan dijatuhkan sanksi administratif ini maka seluruh kegiatan reklamasi Pulau C dan Pulau D yang dilakukan oleh PT Kapuk Naga Indah tidak dapat dilakukan sampai dipenuhinya perintah-perintah untuk memperbaiki," kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum LIngkungan Hidup dan Kehutanan KLHK Rasio Ridho Sani, dalam keterangan resminya, beberapa waktu lalu.
PEMULIHAN LINGKUNGAN
Terpisah, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) meminta proyek reklamasi segera dipulihkan guna pemulihan lingkungan dan ekonomi sosial nelayan.
Marthin Hadiwinata, Ketua KNTI Bidang Hukum dan Pembelaan Nelayan, menuturkan setelah adanya keputusan PTUN kemarin, implementasi di lapangan harus segera dilakukan. PTUN memutuskan untuk membatalkan izin reklamasi Pulau G yang diberikan kepada PT Muara Wisesa Samudera, anak usaha PT Agung Podomoro Land Tbk.
"Kegiatan reklamasi dihentikan, perbaikan lingkungan disegerakan, pemulihan sosial ekonomi nelayan di Teluk Jakarta menjadi prioritas," kata Marthin.
KNTI juga mengharapkan putusan itu dapat menjadi aspirasi bagi daerah lain yang bermasalah dengan persoalan reklamasi. Di antaranya adalah Teluk Benoa di Bali dan pesisir pantai Makassar, Sulsel.
Pembacaan putusan PTUN itu dilakukan oleh majelis hakim yang diketuai oleh Adhi Budi Sulistyo dengan hakim anggota masing-masing adalah Baiq Yuliani dan Elizabeth Tobing. Pembacaan putusan itu sendiri memakan waktu sejak pukul 12.30 hingga 15.00 WIB.
Majelis hakim menyatakan bahwa izin proyek reklamasi di Teluk Jakarta dapat menimbulkan dampak lingkungan yakni adanya lumpur hasil pengerukan dan penimbunan laut yang berdampak pada usaha penangkapan ikan nelayan skala kecil. Kerusakan akan terjadi, sambung majelis, pada tahap pra-konstruksi dan tahap operasional.