Kabar24.com, JAKARTA - Pengajar Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Jentera Bivitri Susanti menyoroti karut marut dunia peradilan seperti yang terjadi di Mahkamah Agung (MA) akhir-akhir ini.
Dia menyatakan, masalah utama di MA ada di dalam internalnya. Kondisi internal MA yang masih perlu banyak perbaikan membuat celah masuknya mafia peradilan.
"Saya kira internal MA harus dirombak, karena masih banyak celah yang bisa dimasuki oleh oknum nakal," ujar dia, Selasa (31/5/2016).
Salah satu celah yang menurut dia sangat rawan penyelewengan yakni panjangnya tahapan pengurusan perkara di lembaga tersebut.
Dalam sekali pengurusan ada 27 tahapan yang harus dilalukan, tak hanya itu, kondisi tersebut terkadang diperparah oleh lambannya kinerja dari pegawai di MA.
Selain itu, dia secara khusus menyoroti kinerja Badan Pengawas MA. Dia melihat, fungsi badan tersebut tidak optimal. Pasalnya pososi BP, berada di bawah Sekretariat MA. Posisi ini memungkinkan Sekretaris MA untuk menyeleksi dan menghentikan kasus yang menimpa internal MA.
Belum lagi soal maraknya pejabat MA non yudisial yang terjerat permainan peradilan. Karena itu dia menilai perlu untuk merombak sistem pengawasan di Mahkamah Agung.
Mencuatnya isu jual beli perkara di lembaga peradilan muncul setelah KPK menangkap tangan Panitera PN Jakarta Pusat Edy Nasution. Saat ditangkap Edy sedang menerima uang senilai Rp50 juta dari Doddy Aryanto Supeno.
Belakangan kasus itu menyeret nama Sekretaris MA Nurhadi. Nurhadi diduga turut menerima uang dari sejumlah perkara yang diurus di PN Jakarta Pusat.