Kabar24.com, JAKARTA - Wakil Ketua Bidang Hubungan Antar-Lembaga Kamar Dagang dan Industri (Kadin) yang juga Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membuka data Politically Exposed Persons (PEPS) yang masuk radar pencucian uang.
Bambang itu menanggapi temuan PPTAK tentang indikasi pencucian uang oleh pejabat yang namanya tercantum dalam laporan International Consortium of Investigative Journalist (ICIJ) atau Panama Papers.
"Ya, bagus diungkap saja, kan bisa dipelajari dari riwayat rotasi uangnya. Kalau mutasinya lancar berarti ada bisnis, itu wajar," ujar pemilik sapaan Bamsoet tersebut seusai bertemu dengan pimpinan KPK, Jumat (15/4/2016).
Laporan ICIJ atau yang dikenal sebagai Panama Papers menyebut, sekitar 803 orang Indonesia diketahui memiliki perusahaan cangkang di negeri “surga pajak”. Laporan itu juga mengarah kepada 214 ribu entitas perusahaan di banyak negara, 140 tokoh politik, termasuk 12 pemimpin atau bekas pemimpin negara.
Di Indonesia, salah satu nama yang santer terdengar memiliki perusahaan di negeri “surga pajak” tersebut adalah Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Aziz.
Harry diduga memiliki perusahaan bernama Sheng Yue International Ltd di British Virgin Islands. Terkait hal itu, Harry mengaku sudah melaporkannya kepada Presiden.
Indikasi Pencucian Uang
Meski ada indikasi pencucian uang, Bambang Soesatyo meminta publik untuk memilah waktu penyimpanan uang atau investasi di negeri “surga pajak”. Menurut dia, kalau investasi tersebut dilakukan saat krisis moneter bisa dianggap suatu hal yang wajar, karena di Indonesia dan dunia internasional belum melarangnya.
Jika dilakukan dalam waktu dekat, terutama uang yang disimpan di luar negeri itu mandek alias tidak bergerak, maka patut dicurigai keberadaan investasi dan simpanan tersebut.
"Itu yang tidak boleh kalau hanya menyimpan uang saja, terutama hasil kejahatan, itu yang tidak boleh," imbuhnya.
Menurut dia, khusus kasus tersebut, pemerintah harus menelusuri alasan pejabat atau seseorang menyimpan uangnya di luar negeri. Bambang menyebut, kalau nanti menemukan ada uang tidak bergerak, kemungkinan upaya untuk menghindari pajak.
"Kalau uang masuk, terus diam itu berarti menyimpan uang hasil kejahatan, tinggal dicek milik pejabat atau tidak. Kalau milik pengusaha, itu kemungkinan untuk menghindari pajak," tandas dia.
Selama bulan Februari 2016, berdasarkan laporan Penyedia Jasa Keuangan (PJK), PPATK mencatat 4.802 laporan transaksi keuangan mencurigakan (LKTM). Jika dirata-rata setiap hari, ada sekitar 240 transaksi mencurigakan yang masuk ke PPATK selama bulan tersebut.
Jumlah itu lebih tinggi 8,3% dibandingkan pada bulan Januari 2015. Sedangkan jika dibandingkan pada bulan Februari tahun 2015 angka itu naik sekitar 38,1%. Jumlah secara keseluruhan transaksi mencurigakan sepanjang tahun 2003 hingga Februari 2016 mencapai 262.694 laporan.
Selidiki
Komisioner KPK La Ode M Syarief menyatakan, KPK saat ini KPK masih mempelajari nama-nama, khususnya pejabat publik atau penyelenggara negara yang tercatat dalam laporan hasil investigasi tersebut.
"Kami masih mempelajari laporan tersebut," ucapnya singkat.
Kemarin, pria kelahiran Muna, Sulawesi Tenggara itu menyebut, KPK akan memverifikasinya dengan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Dia menambahkan, kalau ditemukan tidak kesesuaian dengan laporan harta kekayaan tersebut, pihaknya akan memanggil yang bersangkutan untuk diverifikasi.
"Kami akan meminta verifikasi kepada yang bersangkutan" tandas dia.