Kabar24.com, JAKARTA--Pemerintah dinilai tidak transparan kepada publik dalam penentuan harga bahan bakar minyak jenis solar.
Demikian dikemukakan oleh Anggota DPR Bambang Haryo Soekartono dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (7/4/2016). Meskipun harga solar bersubsidi diturunkan Rp500 mulai 1 April menjadi Rp5.150 per liter, ujarnya, ternyata harga itu masih lebih tinggi dari harga solar nonsubsidi.
Politisi dari Fraksi Gerindra tersebut mengatakan bahwa kondisi itu menunjukkan Pemerintah tidak transparan dalam penghitungan penetapan solar bersubsidi.
"Ini sebagai bukti bahwa rakyat tidak menikmati subsidi BBM dari APBN yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah dan DPR, dimana subsidi sebesar Rp1.000, harusnya solar bisa dinikmati oleh rakyat dengan kisaran harga Rp4.000/liter."
Menurutnya, bukti di lapangan menunjukkan bahwa solar nonsubsidi yang dijual oleh Patra Niaga, anak perusahaan PT Pertamina (Persero), melalui Indoline sebesar Rp5.300 per liter dan sekarang turun menjadi Rp5.000 per liter. Sedangkan di beberapa daerah, ungkapnya, solar nonsubsidi dijual Rp5.000 per liter.
Bahkan di Surabaya ada yang menjual seharga Rp4.850 per liter.
Menurut Bambang, tidak logis solar subsidi lebih mahal dibandingkan solar nonsubsidi. Ini tentu merupakan indikasi bahwa ada manipulasi besar oleh Pemerintah, dalam hal ini Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dalam menetapkan harga BBM solar subsidi tersebut.
Harusnya Pemerintah tahu bahwa solar subsidi dapat berdampak pada murahnya transportasi logistik untuk kepentingan industri dan perdagangan.
Apalagi kalau BBM transportasi privat (Premium) meng-cross subsidi BBM transportasi publik dan logistik yang mengakibatkan harga BBM solar subsidi untuk transportasi logistik dan publik menjadi murah, ujarnya.
Pemerintah juga diharapkan mengatur tarif transportasi logistik untuk industri dan perdagangan agar harga barang dapat terkendali, sehingga daya beli masyarakat meningkat dan ekonomi rill tumbuh.