Bisnis.com, DENPASAR--Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Bali merekomendasikan Dinas Kesehatan untuk membuat panduan iklan pengobatan alternatif, karena selama ini iklan yang beredar cenderung melebih-lebihkan. Panduan diharapkan dapat menjadi pedoman dalam pembuatan iklan pengobatan alternatif, dan mengatur apa yang boleh dan tidak boleh ditampikan dalam iklan pengobatan alternatif.
"Bagaimana standar sebuah iklan pengobatan, itu yang kita butuhkan agar batasan sama-sama jelas," ujar Ketua KPID Bali Anak Agung Rai Sahadewa melalui pernyataan tertulis, Selasa (22/3/2016).
Menurut dia, akibat tidak adanya pedoman standar, menyebabkan banyak iklan pengobatan yang cenderung menggunakan kata-kata mengarah ke seksualitas, khususnya obat penguat bagi pria. Banyak juga iklan pengobatan yang sampai berani menjanjikan kesembuhan dan obat promosi yang mengklaim mampu menyembuhkan berbagai penyakit. . Sahadewa mengungkapkan permasalahan lainnya terkait iklan pengobatan adalah terkait legalitas jasa pengobatan.
Dalam pengawasan terhadap iklan pengobatan KPI berpedoman pada Undang-Undang penyiaran, Pedoman Prilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS). Di pasal 11 ayat 3 SPS, disebutkan lembaga penyiaran dilarang menampilkan jasa pengobatan yang tidak memiliki ijin dari instansi berwenang Permasalahan berikutnya adalah sesuai aturan kesehatan bagi jasa pengobtan ada 2 ijin.
Ada yang Surat Terdaftar Penyehat Tradisional (STPT) dan surat ijin penyehat tradisional (SIPT). Dari 2 ijin yang ada hanya yang memegang SIPT yang memiliki hak untuk berpromosi di lembaga penyiaran. Namun, sampai saat ini belum ada pedoman berpromosi yang dapat dijadikan pedoman.
"Kalau ada pedoman akan lebih baik, seperti bagaimana Trisandy di lembaga penyiaran mempunyai pedoman bersama, ini yang kami harapkan dilakukan dinas kesehatan," ungkapnya.
Kepala Seksi Pelayanan Masyarakat Dinas Kesehatan Bali Putu Camellia mengakui standar iklan pengobatan perlu dibuat dan harus mulai dirumuskan. Saat ini, panduan secara umum ada dalam peraturan menteri kesehatan nomor 1787/Menkes/Per/XII/2010 tentang iklan dan publikasi pelayanan kesehatan. Hanya saja perlu diingatkan bahwa jasa pengobatan yang memegang STPT tidak dapat berpromosi karena pada dasarnya STPT yang diterima bukan ijin tetapi hanya tanda terdaftar.
Hanya yang memegang SIPT yang memiliki hak untuk berpromosi karena SIPT tersebut merupakan surat ijin. "Ini juga yang belum dipahami oleh media atau lembaga penyiaran, SPTP bukan ijin hanya tanda terdaftar, maka kami akan sosialisasikan ini ke lembaga penyiaran bekerjasama dengan KPID Bali," jelas Camellia.