Bisnis.com, JAKARTA-Pepatah tua “ibarat menyapu lantai dengan sapu kotor” kerap dilekatkan dengan pemberantasan korupsi di negeri ini.
Kalimat bijak itu kemudian dimaknai dengan kesimpulan bahwa untuk memberantas korupsi, persyaratan pertama yang harus dipenuhi adalah para aparatur negara yang berkaitan dengan tugas mulia itu harus ‘bersih’ lebih dulu.
Salah satu jantung dari upaya pemberantasan korupsi adalah Istana Presiden sendiri. Meski tidak secara langsung ambil bagian, misalnya dalam penyelidikan, penyidikan, penuntuan dan seterusnya, Presiden seharusnya penabuh genderang perang nomor satu dalam perang melawan korupsi.
Harapan itu sepertinya mendapatkan jawaban ketika Presiden Joko Widodo menunjuk Teten Masduki sebagai Kepala Staf Presiden pada awal September 2015 menggantikan Luhut Binsar Pandjaitan.
Teten selama ini dikenal sebagai tokoh papan atas gerakan antikorupsi di Indonesia. Dia pernah menjadi Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW).
Tidak cukup itu. Presiden Jokowi kemudian meminta Johan Budi SP yang pernah menjadi juru bicara dan pelaksana tugas pimpinan KPK untuk masuk Istana. Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi adalah jabatan yang diemban Johan Budi.
Duet Teten dan Johan Budi di lingkaran satu Presiden Jokowi memberikan asa bahwa gerakan pemberantasan korupsi bisa bergerak lebih cepat terutama membersihkan Istana Presiden dari anasir-anasir jahat beraroma korupsi.
Dalam satu diskusi, Teten menegaskan bahwa fokus utama pemerintah saat ini adalah memberangus pemburu rente. Caranya, dengan perbaikan birokrasi dan tata kelola pemerintahan.
Kini Teten bahkan menjamin di lingkungan istana negara relatif bersih dari praktik tersebut. “Mafia pajak, sumber daya alam, migas, dan ikan [yang akan jadi sorotan]. Kami tidak akan berkompromi dengan para pemburu rente yang telah merugikan negara.”
Dalam bahasa Teten, Istana sudah mengirimkan sinyal yang kencang kepada para mafia/pemburu rente itu dengan membubarkan PT Pertamina Energy Tranding Limited yang lebih dikenal dengan Petral.
Menurut Teten, keberadaan Petral pada masa lalu menyebab kerugian negara yang cukup besar. “Itu pesan cukup keras bagi pemburu rente di pemerintahan.”
Upaya lain untuk memperkecil ruang penyimpangan dilakukan dengan program deregulasi dan debirokratisasi untuk pelayanan publik yang lebih transparan.
Dalam penerapan tersebut, pemerintah juga akan menerapkan kebijakan no cash payment untuk mencegah praktik korupsi di pemerintahan terutama pengadaan barang dan jasa.
“Kasus korupsi yang ditangani oleh KPK saat ini 90% merupakan korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa. Dengan transaksi no cash payment, penyelewengan anggaran sukar dilakukan,” kata Teten.
Bersih-bersih di Istana Presiden seperti yang diungkap Teten tentu bukan seperti cerita Bandung Bondowoso yang harus membangun seribu candi dalam waktu semalam. Ilustrasi itu terasa pas ketika mendengar pengakuan dari komisioner Ombudsman Republik Indonesia.
Lembaga resmi ini mengaku menemukan indikasi maladministrasi yang dilakukan oleh salah satu pejabat di Kantor Staf Presiden (KSP). Pelanggaran itu berupa menyalahgunakan dan melampaui wewenang sebagai pejabat di kantor tersebut.
“Bentuk penyalahgunaan wewenang itu terkait dengan diterbitkannya surat Rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup yang diajukan PT XY,” ujar Komisioner Ombudsman Alvin Lie.
Indikasi tersebut pertama kali ditemukan pada 27 Januari lalu. Saat itu, pejabat di KSP berinisal AB itu datang mendampingi perwakilan PT XY ke Ombudsman terkait dengan terbitnya rekomendasi dari Badan Lingkungan Hidup Daerah Kota Tangerang.
Untuk membuktikan identitas dia sebagai pejabat di lingkungan Istana, AB sempat menunjukkan atribut dan kartu Kantor Staf Presiden. Dalam perkembangannya, menurut Alvin, justru AB yang aktif melobi izin kepada BLHD Kota Tangerang dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bukan EF sebagai wakil resmi dari PT XY.
“Sebagai tindak lanjut, Ombudsman sudah melakukan klarifikasi ke KLH dan Kehutanan dan BLHD Tangerang.”
Dari klarifikasi itu, ORI menemukan sejumlah kejanggalan terkait pengurusan izin tersebut. Pejabat bidang Audit Lingkungan Hidup dan Data Informasi di KLH dan Kehutanan membantah bahwa AB hanya melakukan koordinasi. Menurut mereka, AB justru menekan pejabat tersebut degan jabatannya di Kantor Staf Presiden.
Ombudsman, menurut Alvin, sudah menyampaikan laporan tentang kasus itu kepada lembaga yang dipimpin oleh Teten Masduki itu.
Memang bukan pekerjaan mudah dan butuh waktu bisa menyapu lantai kotor dengan sapu yang bersih. Istana pun, seperti yang disampaikan Teten, sadar akan hal itu. Ini baru dua tahun pemerintahan Presiden Jokowi.
Penggiat antikorupsi ini berjanji, Istana Presiden bersih dari pemburu renten pada 2019 yakni tahun terakhir pemerintahan Jokowi.