Kabar24.com, JAKARTA - Mantan Bendahara Partai Demokrat M Nazarudin memiliki brankas khusus untuk menginvestasikan dana yang dikumpulkannya dari sejumlah fee proyek.
Hal itu terungkap dari pernyataan mantan wakil direktur keuangan Permai Grup, Yulianis.
Ia mengungkapkan, sumber dana Nazaruddin untuk membeli saham dan bangunan berasal dari brankas X yang berisi "fee" dari sejumlah proyek pemerintah.
"Tahun 2010 saya diperintahkan untuk memisahkan brankas tersebut. Muncul istilah brankas X dan In. Brankas In untuk operasional sehari-hari dan proyek-proyek APBN. Kalau brankas X, itu adalah fee, dan selisih nilai proyek X," kata Yulianis saat bersaksi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (24/2/2016).
Yulianis bersaksi untuk mantan atasannya, pemilik Grup Permai yang juga mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang didakwa menerima Rp40,37 miliar dari PT Duta Graha Indah dan PT Nindya Karya terkait proyek pemerintah tahun 2010, melakukan tindak pidana pencucian uang sebesar Rp627,86 miliar pada periode 2010-2014 dan Rp83,6 miliar pada periode 2009-2010.
Selain brankas X dan In ada juga brankas milik Direktur Keuangan Permai Grup Neneng Sri Wahyuni yang juga istri Nazaruddin serta brankas milik kasir Permai Grup Oktarina Fury sehingga total ada empat brankas.
"Saat kita belum dapat uang dari APBN, untuk operasional maka kita pinjam uang dari Octarina Fury, setelah uang dari APBN masuk, itu diganti. Brankas X saya ingat digunakan untuk pembelian Mercy Pak Nazar," jelas Yulianis.
Meski Nazar tidak tahu secara rinci penggunaan uang di empat brankas tersebut, Yulianis meyakini bahwa pembayaran uang selalu dilaporkan ke Nazaruddin.
"Laporan (penggunaan uang) oleh Octarina Fury ada di external hard disk. Dalam rapat rutin saya harus bawa laptop, setiap saat bapak mau lihat, si A sudah berapa yang dikasih, saya harus siap," tambah Yulianis.
Biaya operasional misalnya digunakan untuk memberikan fee kepada sejumlah anggota DPR.
"Untuk proyek Kemendiknas, diserahkan kepada siapa saja?" tanya jaksa penuntut umum KPK Kresno Anto Wibowo.
"Ke Angelina Sondakh dan Wayan Koster," jawab Yulianis.
"Depkes?" tanya Kresno.
"Ke Pak Said, Tamsil Linrung," jawab Yulianis.
"Perhubungan?" tanya jaksa.
"Ke Freddy Numberi, Muhidin, Josep, Yasti," jawab Yuliasnis.
Selain pemberian fee, uang di brankas juga digunakan untuk membeli saham Garuda.
"Untuk beli saham Garuda dari semua proyek-proyek yang dikerjakan dan sebagian kecil brankas X, total seluruhnya ada sekitar Rp300 miliar," ungkap Yulianis.
Dalam dakwaan disebutkan pembelian saham PT Garuda Indonesia (persero) Tbk menggunakan PT Permai Raya Wisata, PT Cakrawaja Abadi, PT Darmakusumah, PT Exartech Technologi Utama dan PT Pacific Putra Metropolitan dan membeli obligasi sukuk senilai total Rp374,747 miliar sehingga nilai totalnya adalah Rp627,86 miliar.
Atas perbuatan itu, Nazaruddin didakwa berdasarkan pasal 3 atau pasal 4 UU UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP mengenai tindak pidana pencucian uang aktif dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun dan denda Rp10 miliar.