Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KONFLIK SUDAN SELATAN: Baku Tembak di Markas PBB

Kelompok bersenjata di Sudan Selatan menembaki warga, yang berlindung di markas Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan beberapa orang dilaporkan tewas, kata warga, Kamis (18/2/2016).
Anggota Satgas FPU Indonesia VIII berfoto bersama seusai menghadiri upacara pemberangkatan di Rupatama Mabes Polri, Jakarta, Kamis (17/12). Polri memberangkatkan sebanyak 140 personel kontingen Garuda Bhayangkara 2016 untuk bergabung dengan misi pemeliharaan perdamaian Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di Sudan. /ANTARA
Anggota Satgas FPU Indonesia VIII berfoto bersama seusai menghadiri upacara pemberangkatan di Rupatama Mabes Polri, Jakarta, Kamis (17/12). Polri memberangkatkan sebanyak 140 personel kontingen Garuda Bhayangkara 2016 untuk bergabung dengan misi pemeliharaan perdamaian Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di Sudan. /ANTARA

Bisnis.com, JUBA -  Kelompok bersenjata di Sudan Selatan menembaki warga, yang berlindung di markas Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan beberapa orang dilaporkan tewas, kata warga, Kamis (18/2/2016).

Serangan itu adalah ulah terbaru dari serangkaian kejahatan di negara bergolak tersebut.

Tembakan meletus di markas PBB di Malakal di wilayah timurlaut pada Rabu malam dan berlangsung hingga Kamis pagi.

"Mereka menewaskan tujuh orang dan melukai 32 lagi, termasuk seorang bocah lelaki dan ayahnya," kata Jacob Nhial dari markas PBB tersebut.

Pemimpin masyarakat Deng Amum mengatakan kepada Radio Juba's Eye bahwa setidaknya lima orang tewas dan 38 cidera dalam serangan itu. Pihak pemberontak juga melaporkan penembakan itu, namun jumlah korban tewas tidak bisa dipastikan.

Lebih dari 47.500 orang tinggal di dalam markas Malakal, dari 200 ribu warga sipil yang mencari perlindungan dibalik pagar berduri delapan markas PBB di seluruh negara tersebut, sejak perang sipil meletus pada 2013.

"Mereka menggunakan Kalashnikov dan senapan mesin... situasi masih tegang," kata Nhial.

Belum jelas siapa para penembak tersebut. Malakal berada di bawah kendali pemerintah namun berdekatan dengan kawasan pemberontak.

Sebelumnya, PBB mengatakan serangan-serangan terhadap markas mereka di Sudan Selatan merupakan kejahatan perang.

Perasaan Politisi oposisi veteran Lam Akol yang berasal dari Malakal di timur laut provinsi Nil Atas, mengecam tindakan yang disebutnya "serangan pengecut dan tanpa perasaan terhadap warga sipil tak bersenjata yang tak bersalah." Juru bicara Misi PBB di Sudan Selatan (UNMISS) Ariane Quentier mengatakan terjadi "sebuah insiden" namun tidak memberikan rincian.

Misi PBB tersebut memiliki lebih dari 12 ribu pasukan penjaga perdamaian, dengan separuhnya dikerahkan untuk melindungi warga sipil di markas-markas mereka.

Pada April 2014, kelompok bersenjata menewaskan setidaknya 48 warga sipil ketika mereka melepaskan tembakan ke arah warga yang ketakutan di dalam markas PBB di Kota Bor. Setidaknya 10 penyerang juga tewas ketika pasukan PBB menyerang balik.

Puluhan ribu warga tewas dan lebih dari dua juta terpaksa meninggalkan rumah mereka sejak perang tersebut meletus, sehingga mendorong negara termuda di dunia itu ke arah bahaya kelaparan.

Perang saudara meletus pada Desember 2013 ketika Presiden Salva Kiir menuduh bekas wakilnya Riek Machar merencanakan kudeta, sehingga memicu lingkaran pembunuhan balasan yang membagi negara miskin itu berdasarkan garis suku.

Sebelumnya, pada bulan ini, Kiir menunjuk pemimpin pemberontak Machar yang berada dalam pengasingan, untuk menjadi wakil presiden, sebagai bagian dari kesepakatan damai Agustus yang berulangkali dilanggar.

Machar belum pulang untuk mengambil posisi tersebut dan pertempuran pun masih berlanjut, dengan konflik sekarang melibatkan berbagai pasukan milisi yang didorong oleh agenda lokal atau balas dendam, dan tidak begitu memperhatikan kertas perjanjian perdamaian.

Baik pemerintah maupun pemberontak dituduh melakukan pembantaian suku, merekrut dan membunuh anak-anak serta melakukan pemerkosaan, penyiksaan dan pemindahan paksa penduduk untuk "membersihkan" kawasan lawan mereka.

Sekitar 2,8 juta orang membutuhkan bantuan, hampir seperempat dari penduduk negara tersebut, sementara di kawasan perang di utara sebanyak 40 ribu orang mati kelaparan karena bantuan terhalang ditengah bentrokan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Sumber : ANTARA/AFP
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper