Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sengketa Hasil Pilkada 2015 Masuki Tahap Pembuktian di MK

Proses perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2015 sudah memasuki tahapan pembuktian. Mahkamah Konstitusi (MK) mulai Senin (1/2/2016) memeriksa saksi, surat, keterangan ahli, serta alat bukti lainnya.
Anggota kepolisian berjaga di depan gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (11/1)./Antara-Rivan Awal Lingga
Anggota kepolisian berjaga di depan gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (11/1)./Antara-Rivan Awal Lingga

Bisnis.com, JAKARTA -Proses perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2015 sudah memasuki tahapan pembuktian.  Mahkamah Konstitusi (MK) mulai Senin (1/2/2016) memeriksa saksi, surat, keterangan ahli, serta alat bukti lainnya.

Hal ini tentu saja hanya akan dilalui oleh permohonan di tujuh daerah yang telah melewati proses pemeriksaan pendahuluan.

Ketujuh daerah itu adalah Kab. Membramo Raya, Kab. Bangka Barat, Kab. Sula, Kab. Solok Selatan, Kab. Teluk Bintuni, Kab. Muna, dan Kab. Kuantan Singingi. Selain tujuh daerah tersebut, terdapat satu daerah yang sedang melaksanakan perintah putusan sela MK dalam melakukan penghitungan suara, yakni Kab. Halmahera Selatan.

Pertama, Kami tentu saja sangat kecewa dan menyayangkan putusan MK yang secara serta merta menolak sekitar 130 permohonan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah.

Apalagi, putusan penolakan yang dibacakan oleh MK sepanjang pekan lalu ‘hanya’ berdasarkan pada alasan bahwa permohonan tidak memenuhi syarat formil sebagaimana diatur di dalam UU 8/2015 tentang Pemilihan Gubenur, Bupati dan Wali Kota.

Dua hal formil yang menjadi pertimbangan MK dalam menolak permohonan pada tahapan pemeriksaan pendahuluan yang lalu adalah permohonan diajukan melewati batas waktu maksimal 3 x 24 jam sejak pengumuman hasil rekapitulasi suara oleh KPU daerah, dan permohonan tidak memenuhi syarat selisih suara (0,5-2%) sebagaimana diatur di dalam Pasal 158 UU 8/2015.

Hampir di semua putusan MK yang menyatakan permohonan tidak dapat diterima karena tidak memenuhi syarat formil sama sekali tidak menyampaikan pertimbangan hukum yang proporsional dengan pokok perkara.

Pertimbangan hukum MK berhenti ketika permohonan diajukan ke MK terlambat, atau syarat selisih suara tidak terpenuhi.  Putusan MK sama sekali tidak lagi melihat pokok perkara jika dua hal itu tidak dipenuhi.

Hal ini tentu saja sangat disayangkan, karena terdapat beberapa permohonan yang meskipun tidak memenuhi syarat formil, namun sangat patut dipertimbangkan oleh MK.

Salah satu di antaranya  permohonan perselisihan dari Kab. Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatra Utara. Pada daerah ini terdapat dua pasangan calon berbeda tetapi diusung oleh satu partai politik yang sama. Ini tentu saja menyalahi prinsip pencalonan, yakni satu partai politik hanya dapat memberikan dukungan kepada satu pasangan calon.

Selain Humbang Hasundutan juga terdapat penyelenggaraan Pilkada di Kab. Asmat, Provinsi Papua. Persoalan di Kab. Asmat, Provinsi Papua lebih mendasar, yakni terkait dengan cara pemberian suara.

Sebagai salah satu daerah yang ada di daerah pesisir,  Kab. Asmat bukanlah daerah yang bisa melaksanakan pemilihan dengan mekanisme perwakilan kepada kepala suku, atau lebih dikenal sistem noken. (Fadli Ramadhanil, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Fatkhul Maskur
Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Minggu (7/2/2016)
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper