Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Memperjuangkan Wadah Berkarya Bagi Penyandang Disabilitas di Indonesia

Tidak ada manusia yang terlahir sia-sia. Setiap insan tidak bisa menentukan akan terlahir seperti apa, tapi mereka bisa memilih jalan hidup dan membangun mimpi sesuai keinginan masing-masing.
/bisnis.com
/bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA--Tidak ada manusia yang terlahir sia-sia. Setiap insan tidak bisa menentukan akan terlahir seperti apa, tapi mereka bisa memilih jalan hidup dan membangun mimpi sesuai keinginan masing-masing.

Keterbatasan fisik tidak seharusnya menjadi penghalang individu untuk menikmati taraf hidup yang lebih baik. Penyandang disabilitas pun memiliki hak yang setara untuk mendapatkan kesempatan dan wadah dalam berkarya.

Dalam rangka memeringati Hari Disabilitas Internasional pada 3 Desember, tidak ada salahnya mengambil momen refleksi terhadap apa yang sudah diberikan bangsa ini bagi sesama yang kurang beruntung dengan kondisi fisiknya.

Apakah selama ini wadah berkarya bagi penyandang disabilitas di Tanah Air sudah cukup mengangkat harkat dan martabat mereka?

Saat ini, penyandang disabiltias diprediksi berjumlah 1 miliar alias 15% dari total populasi dunia. Sekitar 80% di antaranya berada pada rentang usia produktif. Adapun, sekitar 38 juta di antaranya hidup di Indonesia.

Organisasi Buruh Internasional (International Labor Organization/ILO) menyoroti perlunya upaya lebih serius untuk mengangkat derajat orang berkebutuhan khusus di Indonesia, terutama dalam lingkup korporasi.

Apalagi, penyandang disabilitas merupakan kelompok paling rentan diskriminasi dalam hal akses pendidikan, pelatihan keterampilan, serta perolehan lapangan pekerjaan di Indonesia. Masyarakat Indonesia, menurut hemat ILO, masih memberi cap negatif kepada mereka.

Stigma bahwa penyandang disabilitas kurang produktif dan perlu dikasihani atau dikucilkan masih melekat pada sebagian besar masyarakat. Label-label itulah yang sebenarnya justru menyulitkan orang dengan kebutuhan khusus untuk menunjukkan potensi mereka.

Padahal, konstitusi memberi perlindungan terhadap penyandang disabilitas untuk bisa hidup sederajat dan sejahtera di tengah masyarakat. UUD 1945 Pasal 27 ayat (2) menyebutkan tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Tidak hanya itu, UU No.19/2012 tentang pengesahan konvensi tentang hak-hak penyandang disabilitas (CPRD) juga merefleksikan pemerintah hadir untuk memenuhi hak-hak para penyandang disabilitas.

Sebenarnya pemerintah sudah mulai menunjukkan perhatiannya melalui janji Presiden Joko Widodo untuk melindungi dan memberi rasa aman bagi seluruh warga negara tanpa memandang bulu, melalui program Nawacita (sembilan agenda prioritas).

Oleh Kementerian Ketenagakerjaan, program tersebut diterjemahkan dengan sederetan upaya untuk mengurangi stigma negatif yang ditempelkan kepada pekerja dengan kebutuhan khusus serta perlakuan diskriminatif terhadap golongan minoritas.

Beberapa proyek pilot pun didengungkan, seperti rencana membangun industri garmen bagi para tuna rungu. Proyek percontohan itu rencananya bakal mempekerjakan 4.000 penyandang disabilitas, baik untuk tim manajemen, produksi, hingga tenaga teknis pabrik.

Jika sukses, pemerintah berjanji akan melebarkan sayap proyek bagi penyandang disabilitas dalam satu hingga dua tahun mendatang. Fokus pengembangan proyek tersebut akan mengarah pada wilayah pelosok, utamanya di bagian timur Indonesia.

Sebenarnya, semakin pemerintah menunjukkan upaya serius untuk mewadahi para penyandang disabilitas dalam berkarya, semakin banyak pula perusahaan yang sadar bahwa pekerja dengan disabilitas dapat membawa manfaat tersendiri bagi perusahaan.

Beberapa keunggulan mereka di antaranya adalah tingkat konsentrasi yang cenderung lebih tinggi, sehingga kinerjanya lebih produktif, etos kerja serta loyalitasnya terhadap perusahaan lebih tinggi, serta lebih kreatif di lingkungan korporasi.

Mengutip pernyataan Menteri Tenaga Kerja AS Thomas Perez, perusahaan-perusahaan di dunia semakin menyadari bahwa bisnis yang pintar adalah yang memiliki diversifikasi pekerja.

Diversifikasi itu merepresentasikan begitu banyak pandangan dan mengapresiasi talenta dari setiap orang.Nah, penyandang disabilitas termasuk di dalam diversifikasi itu, ujarnya.

Deputi Direktur ILO Indonesia Michiko Miyamoto berpendapat tidak hanya perusahaan swasta, BUMN pun seharusnya menyadari bahwa mempekerjakan penyandang disabilitas memiliki manfaat tersendiri bagi perusahaan.

Perusahaan-perusahaan swasta [di luar negeri] memiliki banyak pengalaman positif mempekerjakan dan mempertahankan pekerja dengan disabilitas. Mereka kerap kali menjadi pkerja yang paling rajin, loyal, dan produktif. ILO pun ingin terus berbagi pengalaman positif ini dengan perusahaan dan lembaga pemerintah lainnya, ujarnya di Jakarta.

Selain ILO, sorotan internasional terhadap Indonesia dalam hal perlakuan bagi para penyandang disabilitas juga datang dari Pemerintah Australia. Namun, fokus mereka lebih pada penyediaan lahan untuk berkesenian bagi penyandang disabilitas.

Melalui Kedutaan Besar Australia di Jakarta, Negeri Kanguru menggandeng sejumlah aktivis untuk melayani para penyandang disabilitas, termasuk memberi layanan penerjemah bahasa isyarat di pengadilan, meningkatkan akses ke pemilu, serta menekan angka kekerasan.

Salah satu dari rangkaian program tersebut adalah mendatangkan pergelaran musik untuk semua, yang dihadiri musisi sekaligus CEO badan kesenian dan disabilitas tertinggi Australia, Arts Access Australia, Emma Bennison.

Selain mengunjungi SLB A Pembina Cilandak utuk konser dengan pelajar tuna netra, Bennison berkolaborasi dengan komposer Ananda Sukarlan dan bertemu berbagai organisasi kesenian di Jakarta untuk membicarakan peluang kerja sama dengan Arts Access Australia.

Menurut Duta Besar Australia untuk Indonesia Paul Grigson, upaya mendatangkan Bennison ke Indonesia adalah untuk menginspirasi pemuda dengan kebutuhan khusus yang berjuang mengatasi rintangan akses dan kesetaraan dalam dunia seni.

Program musik untuk semua merupakan bagian dari dukungan lebih luas Australia kepada karya Pemerintah Indonesia dalam meningkatkan akses terhadap orang dengan disabiliats ke layanan umum dan bantuan sosial, ujarnya.

Negeri Kanguru pun memberikan beasiswa terhadap 22 penasehat hak disabilitas Indonesia untuk mengikuti kursus pendek Australia Awards tentang kepemimpinan organisasi dan praktik-praktik manajemen di Universitas Sydney.

Jika perhatian dari luar saja begitu deras mengalir ke Indonesia, mengapa masyarakat di dalam negeri masih terkesan nyinyir dengan disabilitas? Sejatinya, upaya untuk mewadahi mereka secara setara di tengah masyarakat harus dimulai dari masyarakat itu sendiri.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper