Kabar24.com, JAKARTA- Kemitraan antara organisasi masyarakat adat dan riset menghasilkan peta interaktif pertama, LandMark, guna membantu perlindungan lahan milik kelompok adat secara global.
LandMark merupakan peta interaktif daring pertama yang dikembangkan oleh 13 organisasi, termasuk Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), World Resources Institute (WRI), dan Foundation for Ecological Security.
Platform itu diciptakan untuk mengisi kesenjangan kritis dalam hak-hak warga adat dan masyarakat lokal. Komunitas itu, seringkali mendapatkan kekurangan hak legal atas lahan mereka dan dapat disingkirkan oleh pembangunan yang eksploitatif.
"Tanah kolektif merupakan isu global, bukan masalah utara dan selatan," kata Peter Veit, Direktur Inisiatif Tanah dan Hak Sumber Daya WRI. "Dengan memvisualisasikan lokasi dari masyarakat adat, LandMark, mendorong keberadaan mereka diperhitungkan dalam pembangunan."
Dia menuturkan pembicaraan internasional terkait dengan perubahan iklim di Paris, ternyata tidak memasukkan masalah hak atas tanah masyarakat adat.
Abdon Nababan, Sekretaris Jenderal AMAN, mengatakan peta itu tak akan berguna kecuali hal itu menjadi pengetahuan publik dan hak-hak masyarakat diakui oleh pihak-pihak yang ingin merampas lahan.
"LandMark adalah alat penting untuk kita dalam proses untuk mendapatkan pengakuan hukum dari hak konstitusional kami," katanya.