Kabar24.com, JAKARTA -- Minimnya jumlah profesor di Indonesia dinilai karena birokrasi yang terlampau lama.
Prof. Tulus T.H. Tambunan, guru besar ekonomi Universitas Trisakti, mengatakan birokrasi pengangkatan profesor di Indonesia yang terlalu bertele-tele memakan banyak waktu sehingga jabatan profesor didapat pada akhir masa mengabdi atau pensiun.
"Biasanya proses birokrasi selesai saat kita umur 69 tahun, sudah mau pensiun. Padahal batas usia pensiun profesor 70 kan hanya setahun jadinya," ungkapnya saat ditemui Bisnis.com di kampus ekonomi Universitas Trisakti, Jakarta, Jumat (30/10/2015).
Hal tersebut mengakibatkan perguruan tinggi di Indonesia kekurangan profesor. Namun Tulus mengaku tidak terlalu mempermasalahkan jabatan profesor yang didapat ketika menjelang usia pensiun, karena jabatan profesor akan tetap melekat seumur hidup.
"Tapi walaupun udah pensiun juga semua orang tetap memanggil profesor. Jadi tidak masalah. Bedanya hanya tidak dapat tunjangan saja," ujarnya sembari berkelakar.
Namun, Tulus menyayangkan, dosen serta profesor di Indonesia saat ini, khususnya di perguruan tinggi swasta tidak lagi berorientasi kepada riset dan penelitian melainkan komersil serta materi.
"Kalau di PTS orientasinya sudah bergeser ke komersil, yang penting mahasiswanya cepat lulus agar ada mahasiswa baru dan duit akan muter terus. Jadi tidak fokus pada penelitian. Mindset seperti ini yang harus dihilangkan," paparnya.
Saat ini, jumlah program studi di Indonesia sebanyak 22.000 program studi. Idealnya, satu program studi memiliki satu profesor. Namun pada kenyataannya, Indonesia hanya memiliki 5300 profesor.
"Jadi masih terdapat 17.000 program studi yang tidak memiliki profesor," ujar mantan Rektor Universitas Gajah Mada, Sofian Effendi beberapa waktu lalu.