Bisnis.com,JAKARTA--Sebuah survei yang dilakukan Edelman membuktikan mayoritas pelaku bisnis dan konsumen melihat adanya peluang dalam kemitraan trans-pasifik (Trans Pacific Partnership/TPP).
Perusahaan pemasaran komunikasi global itu mensurvei 1.000 konsumen dan 1.000 pebisnis di 12 negara peserta TPP, kecuali Brunei Darussalam dan Peru, untuk mengkaji pemahaman dan pandangan seputar perjanian yang akan diberlakukan serta dampak yang ditimbulkan.
Beberapa hari setelah penandatanganan pakta perdagangan regional TPP, survei online menunjukkan 69% dunia usaha dan 67% konsumen percaya bahwa pakta perdagangan tersebut akan memberikan manfaat bagi ekonomi mereka.
Melalui analisa perbincangan global seputar TPP di Twitter, Edelman menemukan bahwa meskipun perhatian terhadap TPP cukup signifikan di seluruh dunia, hanya 1,4% perbincangan saja yang membahas TPP.
"Karena masing-masing pemerintah bertanggung jawab dalam mengartikulasikan dan meratifikasi TPP di negara mereka, tentu saja akan akan muncul berbagai pendapat maupun yang berusaha menggagalkan proses ratifikasi," jelas CEO Edelman Asia Tenggara dan Australasia Iain Twine dalam siaran pers, Selasa (21/10/2015).
Iain menambahkan survei itu menunjukkan bahwa TPP adalah isu yang mendapat perhatian besar dari masyarakat. Karena itu politisi akan harus mempertimbangan pandangan-pandangan ini, ujarnya.
Meskipun Indonesia belum menjadi bagian pakta perdagangan tersebut, perwakilan Pemerintah Indonesia telah menyatakan ketertarikan untuk bergabung di masa depan.
Agar siap menyongsong TPP, Indonesia harus mengambil langkah-langkah berani di berbagai sektor, termasuk sektor kekayaan intelektual, perlindungan lingkungan hidup, reformasi buruh, dan reformasi badan usaha milik negara.
Dengan demikian, bergabung dalam kemitraan ini adalah pilihan yang hanya dapat diwujudkan Indonesia dalam jangka menengah. "Dampak TPP terhadap ekonomi dan ekspansi perdagangan Indonesia sudah jelas."
Vietnam dan Malaysia, dua negara telah menandatangani perjanjian TPP, bersaing secara langsung dengan Indonesia di beberapa sektor, termasuk sektor manufaktur pakaian, garmen dan alas kaki, pertanian, perikanan dan produk kehutanan, serta juga minyak kelapa sawit dan karet.
Raymond Siva dari Edelman Indonesia menjelaskan jika TPP diratifikasi, negara-negara anggota akan memiliki akses pasar yang lebih baik di tujuan-tujuan ekspor utama untuk sektor-sektor padat karya, sehingga berpotensi merugikan Indonesia.
"Contohnya, sektor garmen akan bergantung kepada perjanjian yang merujuk pada ketentuan Negara asal barang," sebutnya.
Dia mengatakan pelaku-pelaku bisnis di Indonesia perlu teliti dalam mengevaluasi teks perjanjian tersebut. Dan peluang yang ada sekarang adalah membuat perubahan struktural yang diperlukan untuk dapat bersaing secara efektif.
Meskipun TPP belum diratifikasi, sudah terdapat konsensus besar bahwa perjanjian ini akan diberlakukan dalam kurang lebih satu tahun ke depan, imbuh Chadd McLisky, Direktur Pelaksana Edelman Asia Tenggara dan Australasia bagian Praktik Korporasi.
Meskipun pakta ini diberlakukan secara bertahap dalam 10 tahun ke depan, sambungnya, tidak ada negara anggota yang dapat berpuas diri. Setiap anggota harus mulai meninjau reputasi dan metode bisnisnya mulai dari sekarang.
Setiap pasar negara anggota memiliki prioritas yang berbeda-beda tetapi akhirnya seluruh perusahaan harus mampu menghadapi tantangan baru yang lebih besar dalam hal pemasaran dan operasional usaha mereka.