Kabar24.com, SURABAYA-- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saat ini tengah memverifikasi 2.028 lembaga sekolah yang mendaftar untuk melaksanakan ujian nasional berbasis komputer atau"Computer Based Test" (CBT).
"Data yang masuk itu terhitung sampai 13 Oktober 2015," ujar Kepala Bidang Analisis dan Sistem Penilaian Pusat Penilaian Pendidikan Kemendikbud, Suprananto, ditemui usai seminar bertajuk bedah UN 2016 di Kantor PW Muhammadiyah di Surabaya, Sabtu (17/10/2015).
Menurut dia, jumlah lembaga yang menggelar UN berbasis komputer masih sangat mungkin bertambah dan diharapkan bisa dilaksanakan sesuai target untuk UN mendatang.
Dibandingkan UN 2015, jumlah tersebut meningkat tajam dari total sekitar 560 sekolah yang menggelarnya.
Kemendikbud, lanjut dia, juga telah melakukan berbagai evaluasi sebagai langkah antisipasi dan pelaksanaan lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya.
"Untuk 2016 diharapkan lebih baik karena sudah belajar dari yang pertama. Bagi peserta UN juga harus lebih baik karena waktu latihan mengerjakan UN berbasis komputer lebih panjang dan berulang-ulang, tidak seperti dulu yang mepet," ucapnya.
Terkait permasalahan menyangkut hal teknis, kata dia, sudah ada berbagai langkah yang disiapkan, antara lain apa yang harus dilakukan saat listrik mati, server bermasalah, dan sebagainya.
Kemendikbud saat ini juga mempersiapkan UN Perbaikan bagi peserta UN 2015 yang nilai mata pelajaran yang diujikan di bawah standar angka 5,5.
"Bagi mereka yang mau ikut UN Perbaikan kami persilakan, tapi sifatnya bukan wajib. Kalau ada yang di bawah standar dan tidak ikut ujian lagi ya tak masalah," katanya.
Pelaksanaan UN Perbaikan dijadwalkan berlangsung Februari 2015 dengan menggunakan sistem ujian berbasis komputer yang dilaksanakan di sekolah domisili saat ini.
"Kan ada siswa yang mungkin sudah kuliah di luar kota, Yogyakarta misalnya. Meski dulu ujian di Surabaya dan sekarang ingin perbaikan, dia bisa ikut di Yogyakarta," katanya.
UN Perbaikan ini, kata dia, sifatnya bukan sebuah keharusan yang diadakan untuk memfasilitasi mereka peserta UN di bawah standar.
"Alasan mereka ikut beragam, mulai dari mengukur sampai mana kemampuannya, ingin memperbaiki nilai, atau bahkan tuntutan tempat pendidikannya sekarang," katanya.