Kabar24.com, JAKARTA -- Menjamurnya perguruan tinggi swasta yang tidak berkualitas atau abal-abal mencerminkan pengawasan dan pembinaan yang dilakukan oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) masih sangat lemah.
Harus diakui, bahwa banyaknya jumalh perguruan tinggi di Indonesia menjadi faktor utama kurangnya fungsi pengawasan dari pemerintah.
"Berdasarkan data PDPT per Juni 2015, perguruan tinggi di Indonesia berjumlah 4273. Dengan kultur yang ada maka pengawasan dan pendampingan masih sangat kurang," ujar Ketua umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi), Edy Suandi Hamid dalam rapat pengurus pusat pleno (RPPP) Aptisi, Jumat (16/10/2015).
Edy mengatakan untuk melakukan pengawasan pada perguruan tinggi yang jumlahnya sangat besar tersebut, sumber daya manusia di kementerian dan aparat di daerah masih sangat terbatas.
Oleh karena itu, Edy menyarankan untuk melibatkan masyarakat luas serta perguruan tinggi negeri di daerah tersebut untuk melakukan pengawasan dan pendampingan bagi perguruan tinggi swasta baru.
"Kementerian seharusnya melakukan terobosan dalam pengawasan dan pembinaan dengan menunjukkan PT besar dan bereputasi baik untuk mengawasi dan membina PTS yang masih kurang baik," tuturnya.
Dengan begitu, lanjut Edy, tindakan tidak terpuji dalam sistem pendidikan seperti jual beli ijazah tidak akan terjadi kembali jika semua perguruan tinggi dapat diawasi dan dibimbing dengan baik.