Bisnis.com, JAKARTA — Oesman Sapta Odang, wakil ketua MPR menyatakan mundur dari jabatan Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) tandingan saat Munas HKTI VIII.
“Dalam munas yang akan digelar pada Jumat 31 Juli 2015 di Ballroom Utama Kompleks Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, saya akan mengundurkan diri dari jabatan itu,” katanya dalam keterangan resminya, Kamis (30/7/2015).
Oso, sapaan akrabnya, telah memimpin HKTI tandingan selama lima tahun. “Selain menyatakan mundur, saya juga akan mengumumkan mekansime baru dalam kepengurusan HKTI,” ujarnya.
Mekanisme baru atau peraturan baru yang akan diperkenalkan Oso antara lain terkait dengan periodesasi Ketua Umum HKTI tandingan. “Ke depan Ketua Umum HKTI hanya boleh dijabat selama satu periode yakni lima tahun.”
Oso berpendapat, mekanisme tersebut harus diterapkan dalam kepengurusan HKTI. “Mudah-mudahan mekanisme baru tersebut akan menjadikan HKTI lebih baik lagi dan berdampak positif bagi petani Indonesia.”
HKTI didirikan pada 1973 sebagai penggabungan aspirasi dari 14 organisasi masyarakat sebagai satu satunya wadah organisasi petani. Sejak awal pendiriannya, HKTI diketuai oleh oleh Martono yang kala itu sebagai Ketua Warga Tani Kosgoro.
Jabatan ketua dijabat terus menerus oleh Martono selama 4 periode yang berkhir pada 1994. Lamanya periode kepemimpinan Martono tidak lepas dari campur tangan Presiden Soeharto mengingat Kosgoro termasuk salah satu unsur cikal bakal Partai Golkar.
Kemudian pada periode 1994-1999 diganti oleh Muh. Ismail (mantan Gubernur Jawa Tengah) dan setelah itu sampai dengan 2004, Ketua Umum HKTI dijabat oleh Siswono Yudo Husodo yang mantan menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi jaman Orde Baru.
Kemudian pada periode 2004-2009 Prabowo Subianto tampil sebagai Ketua. Awal keretakan di dalam tubuh organisasi HKTI tepatnya pada Juli 2010, di Bali sedang diadakan Musyawarah Nasional HKTI ke VII dengan agenda acara utama adalah pemilihan ketua umum untuk periode 2010--2015.
Pada saat itu terjadi perdebatan seru di antara para peserta Munas ketika dilakukan pemilihan calon ketua secara aklamasi. Sebagian peserta Munas beranggapan bahwa pemilihan ketua secara aklamasi telah melanggar AD/ART.
Di dalam acara Munas ke VII inilah, HKTI kemudian terpecah menjadi dua kubu, yakni kubu pendukung Prabowo sebagai ketua terpilih, dan kubu lainnya yang diprakarsai oleh calon ketua Djafar Hafsah dan OSO yang sepakat pada keesokan harinya menggelar Munas Tandingan di Hotel Aston Bali. Hasil Munas tandingan tersebut akhirnya memilih Oesman Sapta juga sebagai Ketua HKTI.
Dengan demikian sejak saat itu, bahtera HKTI memiliki dua nahkoda, yang mana keduanya, masing masing mengklaim bahwa dirinyalah telah terpilih sebagai ketua umum HKTI yang sah.