Kabar24.com, JAYAPURA--Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Badrodin Haiti mengatakan, kemungkinan ada aktor intelektual di belakang kejadian ricuh di Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua, saat pelaksanaan salat Idul Fitri pada Jumat pagi, 17 Juli 2015. "Ini yang harus diproses secara hukum," kata Badrodin di Bandara Sentani, Ahad, 19 Juli 2015.
Menurut Badrodin, sampai saat ini dirinya belum menyebutkan ada tersangka. Tapi sebagai negara hukum, dirinya berjanji akan memproses pelanggaran hukum yang terjadi di Karubaga, baik pelaku pembakaran dan penembakan. "Ini tentu ditindaklanjuti dengan penegakan hukum dan semua pihak, baik masyarakat, tokoh gereja, aparat pemerintah daerah, dan tokoh adat, bisa membantu supaya clear," katanya.
Sedangkan sebelas warga yang tertembak dalam kasus ini, kata Badrodin, mereka diduga sebagai pelaku pelemparan terhadap warga sedang melaksanakan salat Id. "Ada sekelompok orang yang kami identifikasikan satu per satu. Semuanya itu kami akan lakukan penyelidikan dan penyidikan. Kalau memang cukup alat bukti menguatkan, maka siapa bersalah, kami akan periksa dan siapa tersangka, akan kami proses," katanya.
Sedangkan dua orang yang diidentifikasi sebagai penandatangan surat edaran pelarangan beribadah di Tolikara, kata Badrodin, akan diperiksa sebagai saksi.
"Surat ini sudah diklarifikasi ke mereka yang menandatangani surat edaran ini. Pada 15 Juli 2015, Kapolres Tolikara melakukan komunikasi kepada bupati dan panitia, lalu mereka meralat surat itu. Tapi hal ini belum disampaikan secara tertulisnya, hanya komunikasi lisan. Jadi saya lihat ada miss komunikasi di sana dan belum tersosialisasikan. Sebab ini terputus belum sampai kepada masyarakat," katanya.
Dalam penanganan kasus ini, kata Badrodin, tak hanya Polri yang antisipasi, tapi ada Kementerian Agama, BIN, dan semua pihak. "Sebab yang jelas, semua proses di Tolikara sedang diupayakan. Untuk kios yang terbakar akan dibangunnya kios permanen. Ke depannya mereka sepakat akan menjaga kedamaian di sana," katanya.
Badrodin juga mengatakan, dalam kasus Tolikora, Presiden Jokowi ingin mendapatkan informasi yang jelas, termasuk tentang surat edaran Gereja Injili di Indonesia (GIDI) yang menjadi pemicu kerusuhan. "Presiden juga minta ada proses penegakan hukum," jelasnya.