Kabar24.com, JAKARTA-- Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Garnasih menyatakan belum waktunya Undang Undang KPK direvisi, apalagi terkait soal penyadapan yang memang menjadi salah satu kekuatan lembaga anti rasuah tersebut.
“Penyadapan itu kewenangan khusus, sehingga tidak perlu alergi dengan penyadapan, sementara Badan Narkotika, Kejaksaan, Kepolisian dan lain-lain juga punya kewenangan penyadapan,” ujarnya pada acara forum legislasi bertema “Revisi UU KPK” di Gedung DPR, Selasa (7/7/2015).
Turut menjadi nara sumber pada diksui itu Wakil Ketua Badan Legislasi DPR, Firman Subagiyo dan mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua.
Yenti mengatakan jusstru dengan kewenangan penyadapan itu KPK akan lebih hati-hati dan profesional dalam menjalankan tugasnya. Apalagi, sesuai dengan KUHAP, penyadapan itu tidak masalah sepanjang untuk kepentingan rakyat, bangsa, dan negara, ujarnya.
Sementara itu Abdullah Hehamahua menilai bahwa korupsi itu terjadi di mana-mana dan pembuktiannya sangat sulit, tapi dampaknya luar biasa sehingga tidak ada yang salah dengan penyadapan yang dilakukan KPK.
“Di KPK semua itu ada prosedurnya, ada SOP-nya. Harus izin ke atasannya; deputi dan lain-lain. Hasilnya yang ditranskrip pun hanya yang terkait dengan korupsi, bukan pribadi, dan yang membaca hasil transkrip pun atas perintah jabatan,” ujarnya.
Abdullah malah mempertanyakan kewenangan penyadapan itu karena biasanya mereka yang paling keras menolaknya adalah mereka yang justru bermasalah.
“Tidak semua orang bisa baca hasil transkrip penyadapan. Jadi, yang protes KPK selama ini pasti ada masalah dengan korupsi,” ujarnya.
Abdullah merupakan koordinator penyusun SOP di KPK, termasuk tentang penyadapan. Pada kesempatan itu dia juga memastikan bahwa tidak ada pelanggaran HAM dalam penyadapan yang dilakukan oleh KPK.
"Ini dikatakan melanggar HAM, saya tidak menemukan itu. Ini sangat ketat," ujarnya. []