Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PGRI Sesalkan Penafsiran Kemendikbud Terhadap UU Guru Dan Dosen

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menyesalkan penafsiran Kemendikbud terhadap Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD), khususnya Pasal 82 Ayat (2) bahwa yang wajib berkualifikasi S1/D4 dan bersertifikat pendidik adalah guru yang diangkat sebelum tahun 2006.
Guru mengajar di kelas./Antara
Guru mengajar di kelas./Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menyesalkan penafsiran Kemendikbud terhadap Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD), khususnya Pasal 82 Ayat (2) bahwa yang wajib berkualifikasi S1/D4 dan bersertifikat pendidik adalah guru yang diangkat sebelum tahun 2006. 

"Penafsiran itu sebenarnya untuk menutupi kegagalannya sehingga  seolah-olah Kemendikbud sukses besar," Kata Ketua Umum PGRI, Sulistyo, saat dihubungi Bisnis.com, Jakarta, Selasa, (23/6/2015).
 
Menurut Sulsityo, yang dimaksud dalam Pasal 82 Ayat (2), "Guru yang belum memiliki kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini wajib memenuhi kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik paling lama 10 (sepuluh) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini" adalah untuk semua guru, Jadi, selama 10 tahun, yaitu sampai tahun 2015 mestinya seluruh guru sudah berkualifikasi S1 atau D4 serta sudah bersertifikat pendidik. 
 
 
"Siapa guru dalam jabatan itu? Apakah hanya yg diangkat sebelum 2006? Penjelasan guru dalam jabatan, disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Ayat (9) bahwa guru dalam jabatan adalah guru yang sudah mengajar. Jadi jika setelah tahun 2005 pemerintah dan atau pemerintah daerah mengangkat guru yang belum S1 atau D4 dan belum bersertifikat pendidik ya wajib ditingkatkan kualifikasi pendidikannya dan disertifikat pendidik. Semua guru, PNS, Non-PNS," Paparnya.
 
Menurut Sulistyo, jika Kemendikbud menyatakan yang wajib disertifikasi hanya guru yang diangkat sebelum tahun 2006 itu tidak memiliki dasar hukum yang kuat. 
 
"Itu kan penafsiran akal-akalan agar seolah-olah kemdikbud sukses besar melaksanakan UUGD. Kenapa si tidak mengakui saja kalau belum berhasil karena kemampuan (khususnya anggaran) yang terbatas, misalnya, kemudian dirancang agar bisa segera selesai. Itu malah terhormat," Ungkapnya kecewa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper